Kisah diambil dari : http://sugengrahmanto.wordpress.com
Perhatikanlah, perhatikan dengan baik,
agar engkau mengetahui bagaimana musibah itu…
Kisah yang
menakjubkan dan jarang sekali terjadi. Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Hibban
dalam kitab Ats-Tsiqot. Kisah ini diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad, ia
mengatakan;
Suatu hari, aku
pernah berada di daerah perbatasan, wilayah Arish di negeri Mesir. Aku melihat
sebuah khemah khemah kecil, yang menunjukkan pemiliknya adalah orang yang sangat
miskin. Lalu aku pun mendatangi khemah yang berada di padang pasir tersebut
untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Aku melihat seorang laki-laki,
(perhatikanlah!) Tangan dan kakinya telah pergi (bisa buntung atau lumpuh)
telinganya sulit mendengar, matanya buta, tidak ada yang bermanfaat baginya
kecuali lisannya.
(engkau bisa
bayangkan bukan? Laki-laki yang tidak berfungsi kedua tangan dan kakinya,
telinganya sulit mendengar dan matanya buta, yang tersisa baginya hanya lisan
saja (untuk berbicara). Baik, tahukah engkau apa yang ia ucapkan?! (perhatikan
do’a ini, catatlah.))
اللهم أوزعنى أن أشكر نعمتك التي أنعمت
عليَّ وأن فضلتنى على كثير ممن خلقت تفضيلاً
“Ya Allah berilah
aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, Dan Engkau sangat muliakan aku dari ciptaanMu yang lain.”
Abdullah bin
Muhammad mengatakan; ini benar-benar luar biasa, lalu aku pun menemuinya. Aku
katakan; wahai saudara, nikmay Allah yang mana yang engkau syukuri? Nikmat apa?
Ia menjawab; wahai
saudaraku, diamlah! Demi Allah, seandainya Allah datangkan lautan, niscaya laut
tersebut menenggelamkanku, atau gunungan api pasti aku akan terbakar, atau
dijatuhkan langit kepadaku yang akan meremukkanku, aku tidak akan mengatakan
apapun kecuali rasa syukur.
Aku (Abdullah bin Muhammad)
bertanya lagi; bersyukur atas apa?
Ia menjawab;
tidakkah engkau melihat Dia Allah telah menganugerahkan aku lisan yang
senantiasa berdzikir dan bersyukur?! (Subhanallah). Dia telah menganugerahkan
kepadaku lidah yang senantiasa berdzikir dan selalu bersyukur kepadaNya. Di
samping itu saudaraku, aku memiliki seorang anak yang di waktu sholat ia selalu
menuntunku (untuk ke masjid) dan ia pula yang menyuapiku. Namun sejak tiga hari
ini aku tidak melihatnya, tolong carikan ia.
Aku (Abdullah) pun
menyanggupinya dan pergi untuk mencari anaknya. Ternyata aku dapati
singa-singa/serigala-serigala telah memakan anaknya. Aku (Abdullah) berkata
kepada diriku sendiri, bagaimana caranya aku menemuinya? Bagaimana caranya aku
berjumpa dengannya? Aku pun datang kepadanya dan mengatakan?! Apa yang harus
kukatakan? Anaknya diterkam singa/serigala padahal keadaannya demikian
(menyedihkan). (Lalu apa yang dikatakan Abdullah bin Muhammad?)
(Ini adalah kisah
yang sedih mengharukan, memilukan, Kisah dari Abu Qilabah rohimahullaah)
Apa harus kukatakan
padanya bahwa anaknya dimakan serigala yang lapar?!
Abdullah bin
Muhammad mengatakan, “Wahai saudaraku.”
“Iya”, Jawab Abu
Qilabah.
Abdullah
melanjutkan, “Sudahkan engkau mendengar kisahnya Nabi Ayyub ‘Alayhissalam?”
Abu Qilabah
menjawab, “Iya, pernah.”
Abdullah
melanjutkan, “Sesungguhnya Allah telah memberinya cobaan dalam urusan
hartanya.”
Abu Qilabah
menimpali, “Iya.”
Abdullah
melanjutkan, “Bagaimana keadaannya dalam menghadapi musibah?”
Abu Qilabah
menjawab, “Ia menghadapinya dengan sabar.”
(Tentu anda tahu
Ayyub ‘alayhissalam, beliau telah kehilangan anaknya, Allah subhanahu wata’ala
juga mendatangkan sebuah banjir yang membinasakan hartanya dan segala yang ia
punya, sapi ternak hanya dalam satu malam, Ayyub pun menjadi orang yang faqir,
Beliau pun bersabar, Dalam keadaan sabar tersebut, Alla tambah musibahnya,
anaknya yang berjumlah sepuluh orang yang berada di dalam rumah, serta merta
rumahnya roboh, kesepuluh anaknya pun tewas seketika, Beliau tetap memuji Allah
dan bersabar. Dalam keadaan sabar tersebut, Allah tambah lagi deritanya dengan
penyakit di badannya.)
Abdullah
mengatakan, “Wahai saudaraku, Allah telah menguji Ayyub dengan kefaqiran,
bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah
menjawab, “Ia bersabar.”
Abdullah bertanya
lagi, “Ia pun diuji dengan tewasnya anak-anaknya, bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah
menjawab, “Ia tetap sabar.”
Abdullah
melanjutkan, “Ia juga diuji dengan penyakit di badannya, bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah
menjawab, “Ia tetap bersabar.”
Abu QIlabah
memotong, “Sekarang katakana kepadaku, mana anakku? Aku sangat lapar.”
Abdullah
melanjutkan, “Ia dalam perjalanan, akan tetapi kukatakan, siapa yang lebih
dicintai Allah? Engkau atau Nabi Ayyub ‘alayhissalam?”
Abu Qilabah
menjawab, “Tentu saja Ayyub.”
Abdullah
melanjutkan, “Berharaplah pahala dari musibahmu, anakmu dimangsa serigala.
Ringankan beban ini dariku.”
Lalu Abu Qilabah
mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang Dia tidak meninggalkan keturunan
bagiku yang bermaksiat kepada Allah sehingga ia diadzab di neraka.”
Ia pun tersedak
sangat kuat (karena sedih) kemudian wafat. Ia wafat, Lalu Abdullah bin Muhammad
membaringkannya di tangannya dan berfikir apa yang harus ia perbuat. Laki-laki
ini wafat dan aku seorang diri (mengurusi jenazahnya). Wahai Robbku siapa yang
akan menolongku memandikan dan mengafaninya, apa yang harus kuperbuat?! Pada
saat aku berfikir demikian dan jasad telah kututupi dengan mantelku. Tiba-tiba
datang empat orang laki-laki yang mengendarai kuda.
Mereka mengatakan,
“Wahai saudara, apa yang terjadi padamu?”
Abdullah
mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah membawa kalian kesini. Bantulah
aku memandikan, mengafani, dan mensholatkan laki-laki ini.”
Mereka bertanya,
Siapa ini?”
Abdullah menjawab,
“Aku juga tidak mengenalnya, dia dalam keadaan sakit dan memprihatinkan.” (Lalu
Abdullah menceritakan kisahnya)
Mereka katakan, “Coba
buka penutup wajahnya, bisa jadi kami mengenalnya.”
Aku pun membuka
wajahnya, tiba-tiba mereka tersentak, lalu menciumi dan menangis, mereka mengatakan,
“Subahanallah!!” wajah yang senantiasa bersujud kepada Allah, mata yang selalu
menunduk dari yang diharamkan Allah, tangan yang tiada henti diangkat memohon
kepada Allah.
Aku (Abdullah) pun
bertanya, “Kalian kenal laki-laki ini?”
Mereka balik
bertanya, “Engkau tidak tahu?!”
Aku katakan,
“Tidak.”
Ini Abu QIlabah,
sahabat Ibnu Abbas rodhiyallaahu ‘anhu. Laki-laki ini, kholifah pun pernah
ingin menjadikannya seorang hakim (qodhi), lalu ia menghindar dari jabatan
tersebut. (dimana manusia pada saat ini meminta jabatan sebagai hakim) Jadi,
Kholifah menginginkannya menjadi seorang hakim (qodhi), suatu jabatan khusus,
yang mengatur hokum, dan menentukan hukum antar manusia, suatu kedudukan yang
sangat mulia. Dia menolak jabatan tersebut kemudian datang ke Mesir untuk wafat
dalam keadaan demikian (tidak dikenal). Tidak mau memangku jabatan sebagai
hakim. Lalu kami pun memandikan, mengafani, dan menyembahyangkannya. Setelah
itu kami memakamkan beliau. Orang-orang itu pun berlalu dan aku (Abdullah)
kembali ke perbatasan.
Lalu aku
(Abdullah) pun tidur kemudian aku bermimpi (perhatikan, apa isi mimpinya). Aku
melihat Abu Qilabah dalam mimpiku berada di surga, di sebuah taman, ia
mengenakan sutera hijau berjalan dengan terhormat di surga dengan penampilan
yang menarik, ia berjalan di dalam surga, sambil membaca firman Allah dengan
suara yang merdu,
سَلامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ
فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Keselamatan
(surga) bagi kalian sebagai balasan kesabaran kalian dahulu. Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu.” {QS. Ar-Ro’d:24}
Aku (Abdullah)
katakan, “Wahai saudara, bukankah engkau temanku itu? Bukankah kami telah
menguburmu kemarin malam?”
Ia menjawab, “Iya
betul, aku temanmu.”
Aku bertanya, “Apa
yang menyebabkanmu sampai ke derajat demikian? Kenikmatan apa ini dan darimana
engkau memperolehnya?”
Ia (Abu Qilabah)
mengatakan, Sesungguhnya di surga terdapat tingkatan-tingkatan yang tidak akan
dicapai kecuali dengan kesabaran ketika ditimpa musibah dan bersyukur di kala lapang.”
Semoga Allah
merahmati Abu Qilabah….
{Ditranskrip dari
kisah yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Dr. Wahid Abdussalam Bali hafizhohullahu
ta’ala}
Jika ingin melihat
video ceramah Asy-Syaikh Dr. Wahid tersebut silahkan klik link inihttp://youtu.be/I-NCvLJpkDE
Tiada ulasan:
Catat Ulasan