Sabtu, Mei 21, 2016

PENYEBUTAN DAJJAL DALAM AL QURAN

Para ulama bertanyakan hikmah tidak disebutkannya Dajjal secara khusus di dalam Al-Quran padahal fitnahnya sangat besar dan para nabi selalu memperingatkan kaumnya akan fitnahnya dan memohon perlindungan kepada Allah dari fitnahnya itu ada setiap kali melakukan solat.
Menghadapi pertanyaan seperti itu, para ahli memberikan jawapan sebagai berikut :

1. Bahawa Dajjal itu disebutkan dalam kandungan lafaz ayat (tanda-tanda) yang tertera dalam firman Allah :
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا ۗ
Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula)".
Ayat-ayat sebagaimaa tersebut dalam firman Allah di atas ialah Dajjal, terbitnya matahari dari barat dan keluarnya binatang dari perut bumi, sebagaimana yang ditafsirkan oleh hadis yang diriwyatkan oleh Iman Muslim dana Imam Termizi dari Abi Hurairah ra ia berkata bahawa Raslullah SAW telah bersabda :
ثَلَاثٌ إِذَا خَرَجْنَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَالدَّجَّالُ وَدَابَّةُ الْأَرْضِ أخرجه مسلم .
Ertinya : “tiga perkara yang apabila telah muncul maka tidaklah bermanfaat iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau ia belum mengusahakan kebaikan dalam imannya itu iaitu terbitnya matahari dari barat, dajjal dan binatang yang keluar dari perut bumi.”
2. Al-quranul karim menyebutkan turunnya Nabi Isa a.s, cukuplah menyebut Masih Al-Huda saja   tanpa menyebut Masih Adh-Dhalalah (dajjal). Dan menurut kebiasaan orang arab, mereka menganggap cukup menyebut salah satu dari dua hal yang berlawanan, tanpa menyebut satunya (lawannya).
3. Dajjal juga disebutkan dalam firman Allah:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Yang dimaksudkan dengan manusia (an-Nas) di sini adalah Dajjal. Ini termasuk ‘ithlaqul kulli’ alal ba’dhi” (menyebut kesluruhan untuk sebahagian)
Abul Aliyah berkata “maksudnya, penciptaan langit dan bumi itu lebih besar daripada penciptaan Dajjal, ketika orang-orang Yahudi mengagungkannya. “Ini, kalau sahih merupakan jawapan terbaik dan ini termasuk masalah yang menjadi tanggungan Nabi SAW untuk menjelaskannya. Allahlah Yang Maha Mengetahui.
4. Al-Quran tidak menyebut-nyebut Dajjal adalah untuk merendahkan dan menghinakan keadaannya, kerana dia mengaku sebagai Tuhan padaha dia adalah manusia biasa yang haliah (keadaannya) menafikan (meniadakan) keluhuran dan keagungan Allah, kesempurnaan, kebesaran, kesuciannya dari segala kekurangan. Kerana itu dia sangat hina dan terlalu rendah hingga tidak perlu disebut-sebut dalam AL-Quran.
Di samping itu para Nabi telah memperingatkan kaumnya terhadap Dajjal ini dan menjelaskannya bahaya dan fitnahnya sebagaimana telah disebutkan sebelum ini.
Kalau dibandingkan dengan Firaun yang disebutkan dalam Al-Quran padahal dia juga mengaku sebagai Tuhan maka jawapannya adalah ahawa urusan Firaun elah berlalu dan telah selesai dan disebutkannya dalam Al-Quran sebagai pelajaran dan perhatian.
Sedangkan masalah Dajjal baru akan terjadi pada akhir zaman Maka tidak disebutkannya Dajjal dalam Al-Quran sebagai ujian, dan pengakuannya sebagai Tuhan merupakan perkara yang sangat jelas untuk diingat sebagai tanda kebatilannya. Kerana pada dirinya terdapat banyak kekurangan dan kehinaan serta kerendahan yang amat jelas yang tidak sesuai dengan kedudukan yang didakwanya (yakni pengakuannya sebagai Tuhan). Maka tidak disebutkannya dalam Al-Quran kerana Allah mengetahui bahawa keadannya yang seperti itu tidak akan menakutkan hamba-hambaNya, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang pemuda yang dibunuh oleh dajjal lantas dihidupkannya kembali, “Demi Allah, saya sangat mengerti tentang keadaannya dan siapa engkau sebenarnya pada hari itu”. (Sohih Bukhari)
Dan adakalanya sesuatu itu tidak disebutkan kerana sangat jelas, misalnya ketika Nabi SAW, sakit menjelas wafat, baginda tidak menulis surat (wasiat) untuk mengangkat Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah, kerana jelasnya masalah itu bagi baginda. Perkara ini disebabkan mulianya kedudukan Abu Bakar di sisi para sahabat ra.
Kerana itu Nabi SAW berkata “Allah dan orang-orang mukmin tidak mahu kecuali Abu Bakar. (Sohih Muslim)
Ibnu Hajar mengatakan bahawa pertanyaan tentang tidak disebutkannya Dajjal dalam Al-Quran ini akan sentiasa muncul, sebab Allah swt menyebut Ya’juj dan Ma’juj dalam Al-Quran yang fitnahnya hampir sama dengan fitnah Dajjal. (Fathul Bari)
Demikianlah, dan barangkali jawapan yang pertamalah yang lebih tepat, wallahu a’alam. Maka Dajjal telah disebutkan dalam kandungan kata “aayat” dan Nabi SAW yang menjelaskan kemujmalannya.
   



Selasa, Mei 10, 2016

DOSA BESAR DAN DOSA KECIL

Abu Nawas dianggap tokoh lucu… namun dianggap juga sebagai tokoh ulama, sufi.. orang Persia lahir tahun 750M di Ahwaz..dan meninggal tahun 819M di Baghdad..!!! Ia mengabdikan diri nya pada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad… !!! Karena Abu Nawas juga dianggap seorang ulama.. maka banyak muridnya … dan suatu ketika… ada tiga orang yang menanyakan kepada Abu Nawas pertanyaan yang sama.!!!

Pertanyaannya adalah “Manakah yang lebih utama mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil… ???”

Orang pertama menanyakan hal itu, dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang mengerjakan dosa kecil.. !!!” Mengapa… tanya orang pertama. Sebab lebih mudah diampuni oleh Allah.. kata Abu Nawas.  Orang pertama puas, yaagh karena ia memang yakin akan hal itu… !!!

Orang kedua menanyakan hal yang sama,… dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang tidak mengerjakan kedua-duanya… !!!” Mengapa begitu… tanya orang kedua. Yaagh dengan begitu tentu tidak memerlukan pengampunan Allah… kata Abu Nawas… !!! Orang kedua … langsung dapat mencerna penjelasan Abu Nawas…. !!!

Orang ketiga menanyakan juga hal yang sama… !!! Namun jawaban Abu Nawas adalah Orang yang mengerjakan dosa besar… !!! Mengapa … ??? tanya orang ketiga. Sebab pengampunan Allah kepada hambanya sebanding dengan besarnya dosa hambanya itu… !!! jawab Abu Nawas. Orang ketiga puas dengan penjelasan Abu Nawas… !!!

Seorang murid Abu Nawas … yang bingung menanyakan kepada Abu Nawas… !!! “Mengapa dengan pertanyaan yang sama menghasilkan jawaban berbeda… ??? tanyanya.

Jawaban Abu Nawas adalah manusia dibagi tiga tingkatan, yaitu tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati… !!! Seorang anak kecil melihat bintang di langit akan bilang bahwa bintang itu kecil… karena ia hanya menggunakan matanya… !!!  

Sebaliknya … seorang pandai akan mengatakan bahwa bintang itu besar.. karena ia berpengetahuan dan menggunakan otaknya… !!!

Kemudian apa tingkatan hati… ???

Orang pandai yang melihat bintang di langit.. ia akan tetap mengatakan bahwa bintang  itu kecil… walau ia tahu bintang itu besar.. !!! Karena ia tahu dan mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Allah yang Maha Besar… !!!

Kemudian … murid tersebut menanyakan… “Wahai Guru… bagaimana mendapatkan ampunan dari Allah mengingat dosa-dosa yang begitu besar… ???”. Bisa… dengan melalui pujian dan doa… kata Abu Nawas… !!! Ajarkan doa itu wahai Guru… pinta murid Abu Nawas… !!!

Illahi lastu lil firdausi ahlan, walaa aqwa’ alannaril jahiimi, fahabli taubatan waqhfir dzunuubi, fa innaka ghafiruz dzambil adziimi ….

"Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga. namun aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya hanya Engkau pengampun dosa-dosa besar…"

KISAH BEZA DOSA BESAR DAN KECIL

Dua orang pembuat dosa mendatangi hamba Tuhan yang bijak dan meminta nasehatnya.

"Kami telah melakukan suatu dosa," kata mereka dan suara hati kami terganggu.

"Apa yang harus kami lakukan ?" 

"Katakanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan salah mana yang telah kamu lakukan, Anakku," kata hamba Tuhan tersebut.

Pemuda pertama mengatakan ,"Saya melakukan suatu dosa yang berat dan mematikan."

Pemuda kedua berkata,"Saya telah melakukan beberapa dosa ringan, yang tidak perlu dicemaskan."

"Baik," kata hamba Tuhan tersebut, "Pergilah dan bawalah kepadaku sebuah batu untuk setiap dosa yang telah kamu lakukan !"

Pemuda pertama kembali dengan memikul sebuah batu yang amat besar. Pemuda kedua dengan senang membawa satu tas berisi batu-batu kecil.

"Sekarang," kata hamba Tuhan tersebut, "Pergilah dan kembalikan semua batu itu tepat dimana kamu telah menemukannya!"

Pemuda pertama mengangkat batu besar itu dan memikulnya kembali ke tempat dimana ia telah mengambilnya. Pemuda kedua tidak dapat mengingat lagi tempat dari setengah jumlah batu yang telah diambilnya, maka ia menyerah saja dan membiarkan batu-batu itu berada didalam karungnya. Katanya, "Itu pekerjaan yang sulit."

Dosa itu seperti batu-batu itu, kata hamba Tuhan bijak tersebut, jika seseorang melakukan suatu dosa berat, hal itu seperti sebuah batu besar dalam suara hatinya, tetapi dengan penyesalan yang sejati, memohon ampun dan mengakui nama Tuhan, maka kesalahannya diampuni seluruhnya oleh Tuhan.

Tetapi Pemuda yang terus menerus melakukan dosa-dosa ringan dan ia tahu itu salah, namun semakin membekukan suara hatinya dan ia tidak menyesali sedikitpun, maka ia tetap sebagai seorang pendosa. Ia sulit membuang batu-batu itu kembali ke tempatnya dan terus menerus membawanya seumur hidup.

"Maka ketahuilah,anak-anakku," nasihat hamba Tuhan itu, "adalah sama untuk menolak dosa-dosa ringan seperti menolak dosa-dosa berat !"

Isnin, Mei 09, 2016

MUTIARA KALAM SOLAHUDDIN AL AYYUBI

Pemerintah Islam yang mutadyyin ini meninggalkan mutiara kata yang sangat berkesan :
1. Saya meminta KEKUATAN, dan Allah memberi saya KESULITAN untuk membuat saya KUAT.
2. Saya bertanya tentang KEBIJAKSANAAN, dan Allah memberi saya MASALAH untuk DISELESAIKAN.
3. Saya meminta untuk KEMAKMURAN, dan Allah memberi saya TENAGA untuk BEKERJA.
4. Saya meminta KEBERANIAN, dan Allah memberi saya BAHAYA untuk DIATASI
5. Saya meminta CINTA, dan Allah memberi saya orang-orang yg BERMASALAH untuk DIBANTU.
6. Saya meminta NIKMAT, dan Dia memberi saya PELUANG.
7. Saya tidak meminta sesuatupun untuk diri saya, tetapi saya menerima SEMUA apa yang saya perlukan.

Selasa, Mei 03, 2016

TEGURAN RAHSIA SEORANG GURU - IMAM AHMAD HANBAL

﷽ 📚 
 ~ Harun ibn ‘Abdillah, seorang ulama Ahli Hadith yang juga pedagang kain di Kota Baghdad bercerita: Suatu hari, 

Saat malam beranjak larut, pintu rumahku di ketuk. “Siapa..?”, tanyaku. “Ahmad”, jawab orang di luar perlahan. “Ahmad yang mana..?” tanyaku makin penasaran. “Ibn Hanbal”, jawabnya perlahan. SubhanaLLAH, itu guruku..!, kataku dalam hati. 

Maka kubuka pintu. Kupersilakan beliau masuk, dan kulihat beliau berjalan terjingkit-jingkit, seolah tidak ingin terdengar langkahnya. Saat kupersilakan untuk duduk, beliau menjaga agar kerusinya tidak berderit mengeluarkan suara. “Wahai guru, ada urusan yang penting apakah sehingga dirimu mendatangiku selarut ini..?” 

“Maafkan aku ya Harun. Aku tahu biasanya engkau masih terjaga meneliti Hadith selarut ini, maka aku pun memberanikan diri mendatangimu. Ada hal yang mengusik hatiku sedari siang tadi.” 

Aku terkejut. Sejak siang..? “Apakah itu wahai guru?” “Mmmm begini…” suara Ahmad ibn Hanbal sangat pelan, nyaris berbisik. “Siang tadi aku lalu di samping Majlismu, saat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan murid-muridmu terkena terik sinar mentari saat mencatat Hadith-hadith, sementara dirimu bernaung di bawah bayangan pepohonan. Lain kali, janganlah seperti itu wahai Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana murid-muridmu duduk..!” Aku tercengang , tak mampu berkata… 

Maka beliau berbisik lagi, lalu minta izin balik dan melangkah kaki terjingkit2 dan menutup pintu dgn hati-hati. Masha'ALLAH .. Inilah guruku Ahmad ibn Hanbal, begitu mulianya akhlak beliau dalam menyampaikan nasihat. Beliau boleh saja membetulkan kesalahanku saat melintasi Majlisku. Tapi itu tidak dilakukannya demi menjaga wibawaku di hadapan murid-muridku. Beliau juga rela menunggu hingga larut malam agar tidak ada orang lain yang mengetahui kesalahanku. Bahkan beliau berbicara dengan suara yang sangat pelan dan berjingkat saat berjalan, agar tidak ada anggota keluargaku yang terjaga. Lagi-lagi demi menjaga wibawaku sebagai imam dan teladan bagi keluargaku. 

Teringat perkataan Imam Asy Syafi’e : “Nasihati aku saat sendiri, jangan di saat ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak, terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak; Maka maafkan jika hatiku berontak.” 💟 Mudah2an bermanfaat ~