Rabu, Februari 24, 2016

TAKUT KEPADA ALLAH, JAGA LIDAH DAN MAKANAN



TAKUT KEPADA ALLAH, JAGA LIDAH DAN MAKANAN

Diriwayatkan, bahawa terdapat seorang dari Bani Israel ingin bermusafir tujuan menuntut ilmu. Berita itu telah sampai kepada Nabi mereka, lalu dia dipanggil mengadap nabinya dan di depan orang itu Nabi bersabda :
يا فتى إنى أعظك بثلاث خصال فيها علم الأولين والأخرين : خَفِّ الله فى السر والعلانية واِمسك لسانَك عن الخَلْقِ لا تِذْكُرْهُم إلا بخير وانظر خُبْزَك الذى تأكلُه حتى يكون من الحلال

Wahai pemuda! Sesungguhnya aku akan menasihati kamu dengan 3 perkara yang di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang zaman akhir, iaitu :
*      Takulah kepada Allah ketika sepi atau ramai.
*      Jagalah lisanmu, janganlah bicarakan sesuatu tentang orang lain melainkan yang baik sahaja.
*      Lihat akan roti yang kamu makan, halal atau sebaliknya.

KETIKA SESEORANG TIDAK BERADAB....



KETIKA SESEORANG TIDAK MEMILIKI ADAB, KESABARAN DAN WARA’

من لا اَدَبَ له لا علمَ له ومن لا صَبْرَ له لا دين له ومن لا وَرَعَ له لا زُلفَى له
Daripada Syeikh Hassan Basri, seorang ulama besar dari kalangan tabiin berkata :
*      Sesiapa yang tidak memiliki adab, bererti dia tidak berilmu;
*      Sesiapa yang tidak mempunyai kesabaran, bererti dia tidak mempunyai agama;
*      Sesiapa tidak memiliki sifat wara’, bererti dia tidak mempunyai kedudukan di sisi Allah Ta’ala

T

Ahad, Februari 21, 2016

SIFAT-SIFAT BURUK MANUSIA DALAM AL QURAN


TERGESA-GESA
Sifat dasar manusia yang buruk yang kelima adalah sifat ‘Tergesa-gesa’. Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat ini dalam dua ayat berikut:
QS.   Al-‘Isra’ [17] : 11
وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًا
Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
Allah SWT menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai sifat tergesa-gesa, yaitu apabila ia menginginkan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya, maka tertutuplah pikirannya untuk menilai apa yang diinginkannya itu, apakah bermanfaat bagi dirinya, ataukah merugikan. Hal itu semata-mata didorong oleh sifat-sifat tergesa-gesa untuk mencapai tujuannya, tanpa dipikirkan dengan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya manusia itu tertarik pada keadaan lahiriah dari sesuatu tanpa meneliti hakikat dan rahasia dari sesuatu itu lebih mendalam.
QS.  Al-‘Anbya’ [21] : 37
خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ ۚ سَأُو۟رِيكُمْ ءَايَٰتِى فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa manusia dijadikan sebagai makhluk yang bertabiat suka tergesa-gesa dan terburu nafsu. Kemudian “Allah memperingatkan kaum kafir agar mereka jangan meminta disegerakannya azab yang diancamkan kepada mereka, karena Allah pasti akan memperlihatkan” kepada mereka tanda-tanda dari azab-azab-Nya itu.
Di sini dapat kita lihat, bahwa Allah melarang manusia untuk bersifat tergesa-gesa, minta segera didatangkannya sesuatu yang belum tiba saatnya, akan tetapi pasti datangnya. Di samping itu Allah menerangkan, bahwa sifat tersebut sudah dijadikan sebagai salah satu sifat pada manusia. Ini berarti, bahwa walaupun sifat tergesa-gesa itu sudah dijadikan-Nya sebagai salah satu sifat pada manusia namun manusia diberinya kemampuan untuk menahan diri dan melawan sifat tersebut, lalu membiasakan diri dengan sifat ketenangan dan kesabaran atau mawas diri.
Sifat tergesa-gesa dan terburu nafsu selalu menimbulkan akibat yang tidak baik serta merugikan diri sendiri atau orang lain, yang akhirnya menyebabkan rasa penyesalan yang tak berkesudahan. Sebaliknya, sikap tenang, sabar, berhati-hati dan mawas diri dapat menyampaikan seseorang kepada apa yang ditujunya, dan mencapai sukses yang gemilang dalam hidupnya.
Itulah sebabnya Al-Quran selalu memuji orang-orang bersifat sabar, dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah senantiasa akan memberikan perlindungan, petunjuk dan pertolongan kepada mereka. Sedang orang-orang yang-suka terburu nafsu. lekas marah, mudah dimasuki godaan iblis yang akan menjerumuskannya ke jurang kebinasaan, dan menyeleweng dari kebenaran.
Tantangan orang-orang kafir agar azab Allah segera didatangkan kepada mereka, dengan jelas menunjukkan ketidak percayaan mereka terhadap adanya azab tersebut, serta keingkaran mereka bahwa Allah kuasa menimpakan azab kepada orang-orang yang zalim.

KELUH KESAH

Sifat dasar manusia yang buruk yang keenam adalah sifat ‘Keluh kesah’. Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat ini dalam QS. Al-Ma`arij [70] ayat 19:
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Pada ayat ini ditegaskan bahwa manusia itu bersifat suka berkeluh kesah dan kikir. Namun, sifat ini dapat diubah jika dituruti petunjuk Tuhan yang dinyatakan-Nya dalam ayat 22 s.d. 24 surah al-Ma’arij. Manusia yang menghindari petunjuk Tuhan dan seruan Rasul; mereka adalah orang-orang yang sesat.
Manusia sampai sesat dari jalan Allah karena ia bersifat tergesa-gesa, gelisah dan kikir itu, bukanlah merupakan ketentuan dari Allah terhadapnya, tetapi mereka menjadi mukmin atau menjadi kafir itu adalah karena usaha dan pilihan mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu ada yang beriman Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. At Taghabun: 2)
 Kepada manusia dibentangkan jalan yang lurus yang menuju kepada keridhaan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat sebagaimana yang disampaikan Rasulullah yang termuat dalam Al-Quran dan hadits. Di samping itu terbentang pula jalan yang sesat, jalan yang dimurkai-Nya yang menuju kepada tempat yang penuh derita dan sengsara di akhirat nanti. Manusia boleh memilih sa1ah satu dari kedua jalan itu; jalan mana yang akan ditempuhnya, apakah jalan yang lurus atau jalan yang sesat. Kemudian mereka diberi balasan nanti sesuai dengan pilihan mereka itu.

SUKA MELAWAN
Sifat dasar manusia yang buruk yang ketujuh adalah sifat ‘Melawan’. Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat ini dalam QS. Al-Kahf [18] ayat 54:
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِى هَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ لِلنَّاسِ مِن كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ أَكْثَرَ شَىْءٍ جَدَلًا
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
Sudah berbagai macam perumpamaan dikemukakan Allah di dalam Al-Quran, baik berupa perbandingan terhadap sesuatu atau pun berbentuk cerita. Hal ini dimaksudkan sebagai cermin perbandingan bagi manusia, sebab manusia itu mempunyai akal pikiran. Dari binatang-binatang kecil seperti nyamuk, semut, lalat dan lebah, sampai benda-benda alam yang besar seperti gunung-gunung dan samudra dijadikan contoh untuk menarik perhatian manusia.
Namun demikian, manusia itu adalah makhluk yang paling suka membantah. Artinya, ketika Allah menyadarkan akal pikiran dan budi luhurnya dengan berbagai macam perumpamaan itu, merekapun mencari-cari dalih untuk mengingkari dan tidak mau mematuhinya. Hal itu karena hawa nafsu, kesombongan dan tipu daya setan dan iblis. Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw datang kepada Ali dan Fatimah pada suatu malam lalu bertanya:
الا تصليان؟ فقلت يا رسول الله إنما أنفسنا بيد الله فإذا شاء أن يبعثنا بعثنا، فانصرف حين قلت ذلك ولم يرجع إلي شيءا ثم سمعته وهو مول يضرب فخذه ويقول: وكان الإنسان أكثر شيء جدلا
“Apakah kamu berdua salat? Maka saya (Ali) menjawab: “Hai Rasulullah, diri kami ini sesungguhnya ada di tangan Allah, kalau dia mau membangkitkan kami, tentu Dia sanggup membangkitkan kami. Maka beliau berpaling ketika saya mengucapkan itu, dan beliau tidak menjawab perkataan saya sedikitpun. Kemudian saya mendengar beliau memukul pahanya sendiri sambil berpaling dan mengucapkan: tetapi manusia itu adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (H.R. Bukhari dari Ali Bin Abu Talib)
Yang dimaksud dalam ayat 54 ini sudah barang tentu orang-orang ingkar, yang kenyataannya memang banyak. Setelah cukup banyak macam perumpamaan dan kias perbandingan, tetapi ternyata manusia banyak yang ingkar, maka Allah memberikan ketegasan pada ayat-ayat ini.

SELALU ENGKARKAN ALLAH
Sifat dasar manusia yang buruk yang kedelapan adalah sifat ‘Sangat Ingkar kepada Tuhan’. Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat ini dalam dua ayat berikut:
QS.  Al-`Adiyat [100] : 6
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya
Dalam ayat ini Allah menerangkan isi sumpah-Nya, yaitu: watak manusia adalah mengingkari kebenaran dan tidak mengakui hal-hal yang menyebabkan mereka harus bersyukur kepada penciptanya, kecuali orang-orang yang mendapat taufik membiasakan diri berbuat kebaikan dan menjauhkan diri dari kemungkaran. Telah diriwayatkan, bahwa Nabi SAW. bersabda:
الكنود هو الذي يأكل وحده ويضرب عبده ويمنع رفده
Orang yang mengingkari kebenaran adalah orang yang suka makan sendiri, memukul hamba sahayanya dan tak pernah memberi jamuan pada tamunya. (lihat Tafsir Al Maragi, hal. 223, juz 30, jilid X).
Maksudnya, dia tidak pernah menyedekahkan sesuatu yang diberikan Allah kepadanya, tidak menaruh iba kasihan kepada hamba Allah sebagaimana Allah kasihan kepadanya, seolah-olah mengingkari nikmat-nikmat Allah kepadanya serta menjauhi apa yang baik oleh akal dan agama.
Sifat yang terpendam dalam jiwa manusia ini menyebabkan ia tidak mementingkan apa yang terdapat di sekelilingnya, tidak menghiraukan apa yang akan datang dan lupa apa yang telah lalu. Dan bila Allah memberikan kepadanya sesuatu nikmat, dia terus bingung, hatinya menjadi bengis dan sikapnya menjadi kasar terhadap hamba-hamba Allah.
QS.  Al-`Adiyat [100] : 7
وَإِنَّهُۥ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ
Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa seorang manusia meskipun ia ingkar, aniaya dan tetap dalam keingkaran dan kebohongan, bila ia menanyakan tentang dirinya mesti ia akan kembali kepada yang benar. Dia mengaku: bahwa ia tidak mensyukuri nikmat-nikmat Tuhannya yang dianugerahkan kepadanya dan mengakui pula bahwa semua tindakannya adalah menentang dan mengingkari nikmat tersebut.
Ini adalah kesaksian sendiri atas keingkarannya, pengakuan tersebut lebih kuat daripada pengakuan yang timbul dari diri sendiri dengan lisan