Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memiliki
penjelasan yang bagus dalam memaknai zalim. Beliau mengatakan:
واعلم أن الظلم هو النقص،
قال الله تعالى (كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئاً)
(الكهف: 33) ،
يعني لم تنقص منه شيئاً، والنقص إما أن يكون بالتجرؤ على ما لا يجوز للإنسان، وإما
بالتفريط فيما يجب عليه. وحينئذٍ يدور الظلم على هذين الأمرين، إما ترك واجب، وإما
فعل محرم “
Ketahuilah bahwa zalim itu adalah an naqsh
(bersikap kurang). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
‘Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan
kebun itu lam tazhlim (tidak kurang) buahnya sedikitpun‘.
Maksudnya tidak kurang buahnya sedikit pun.
Bersikap kurang itu bisa jadi berupa melakukan hal yang tidak diperbolehkan
bagi seseorang, atau melalaikan apa yang diwajibkan baginya. Oleh karena itu
zalim berporos pada dua hal ini, baik berupa meninggalkan kewajiban atau
melakukan yang haram” (Syarah Riyadush Shalihin, 2/486).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan