dan kami telah menunjukan kepadanya dua
jalan(kebaikan dan keburukan
Disinilah Allah memberikan pilihan kepada kita,sehingga
tidak ada alasan ketika kita melakukan keburukan itu adalah suatu takdir Allah,
karena kita melakukan keburukan adalah karena pilihan kita bukan karena Allah
memaksa kita, semua yang ada di depan kita adalah pilihan, maka hidup kita
adalah pilihan, maka ketika kafir pun ia sudah mendapatkan pilihan mau muslim
atau kafir, kalau dia kufur dia tidak mau memilih jalan kebaikan, kalau dia
pilih muslim maka ia memilih jalan kebaikan. Bahkan ketika di alam roh pun kita
sudah ditawarkan pilihan oleh Allah SWT untuk memilih ….Alastu birobbikum (bukankah
Aku Tuhan kalian) kalau kita mengakui tidak mengatakan ‘Bala’ (ya,…Engkaulah Tuhanku)
maka dia tidak bisa atau mati sebelum lahir, tapi karena semua yang lahir itu
mengatakan ‘Bala’ (ya,…Engkaulah
Tuhankau) maka ia lahir dalam kondisi fitrah atau muslim.
Kalau ada orang yang kufur kalau tidak mempunyai tawaran maka
ia diampuni oleh Allah SWT. Seperti orang-orang yang tidak beriman tidak ada
utusan kepada mereka, tidak ada Rasul menyampaikan islam kepada mereka, kata
para ulama aqidah
mengatakan mereka semua berada di dalam masyiah Allah
kehendak Allah nanti di akhirat, kalau Allah berkehendak, Allah akan memberikan
nikmat kepadanya, kalau Allah berkehendak menyiksa, Allah akan menyiksa dirinya.
Jadi orang-orang yang tidak pernah mendengar islam sama
sekali, tidak memiliki pilihan untuk masuk islam maka mereka berada dalam
kehendak Allah. Di zaman sekarang semua
sudah disampaikan lewat media-media yang ada, Allah berfirman :
وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Kami tidak memberikan azab ,menyiksa suatu kaum sampai
kami mengutus kepada mereka Rasul (15 Al isra’)
ayat ini memberikan kesimpulan kepada ulama aqidah bahwa seseorang yang
belum pernah mendengar islam maka ia tidak di azab oleh Allah.Maka ayat ini berisi pilihan,kemudian
ketika kita disuruh memilih kedua jalan itu maka memberikan sayangnya kepada
kita,dengan menunjukan jalan kebaikan dan keburukan.
ثالثا - مَّنْ هُوَ قَانِتٌ
آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ
رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ
يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
- سورة
الزمر الآية 9
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sebenarnya hanya orang yang berakal
sehat yang dapat menerima pelajaran. 10. Katakanlah (Muhammad), "Wahai hamba-hamba-Ku yang
beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di
dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah
yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa yang dimaksud dengan,
amman huwa qaanit… ([apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung]
ataukah orang yang beribadah…) dalam ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan
‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt.)
Menurut
riwayat Ibnu Sa’d dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9 adalah ‘Ammar bin Yasir.
Menurut
riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang-orang yang dimaksud
dalam ayat ini adalah Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, dan Salim, maulaa Abu
Hudzaifah.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari ‘Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah ‘Ammar bin Yasir.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari ‘Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah ‘Ammar bin Yasir.
ثانيا - قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ
أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ – المائدة
100
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah
hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.
Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan al-Ashbahani di dalam
Kitab at-Targhib, yang bersumber dari Jabir, bahwa ketika Nabi menerangkan
haramnya arak, berdirilah orang baduy dan berkata: “Saya pernah menjadi
pedagang arak, dan saya kaya raya karenanya. Apakah kekayaanku
ini bermanfaat apabila saya gunakan untuk taat kepada Allah?” Nabi menjawab:
“Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik.” Maka turunlah ayat ini
(al-Maa-idah: 100) yang membenarkan ucapan Rasulullah saw.
رابعا –وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ {19} وَلَا الظُّلُمَاتُ وَلَا النُّورُ {20} وَلَا الظِّلُّ وَلَا الْحَرُورُ {21} وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاءُ وَلَا الْأَمْوَاتُ ۚ إِنَّ
اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ {22} إِنْ أَنْتَ إِلَّا نَذِيرٌ {23} سورة فاطر
(19) Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.(20) Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan
cahaya,(21) Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas, (22) Dan tidak
(pula) sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sungguh, Allah memberikan
pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan
sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar, (23) Engkau tidak
lain hanyalah seorang pemberi peringatan.
خامسا - لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ
أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ
اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا – النساء (95)
Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak
ikut berperang) tanpa mempunyai 'uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut
berperang). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan pahala yang baik (surga)
dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan
pahala yang besar
Diriwayatkan
oleh al-Bukhari yang bersumber dari al-Barra’. Hadits seperti ini diriwayatkan
pula oleh al-Bukhari dan yang lainnya, dari Zaid bin Tsabit; ath-Thabarani dari
Zaid bin Arqam; dan Ibnu Hibban dari al-Falatan bin ‘Ashim.
At-Tirmidzi-pun meriwayatkan hadits seperti ini, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dengan tambahwan bahwa yang mengucapkan “saya buta”, adalah ‘Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum. Dipaparkan di dalam kitab Turjumaanul Qur’aan. Dan hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari berbagai sumber, dengan periwayatan mursal. Bahwa ketika turun ayat, laa yastawil qaa-iduuna minal mu’miniin… (tidaklah sama antara Mukmin yang duduk [yang tidak ikut berperang]…) (an-Nisaa’: 95), bersabdalah Nabi saw.: “Panggillah si anu.” Maka datanglah ia membawa tinta dengan alat tulisnya. Bersabdalah Rasulullah saw: “Panggillah si anu.” Maka datanglah ia membawa tinta dengan alat tulisnya. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Tulislah. Laa yasytawil qaa’iduuna minal mu’minin…. (tidak sama antara Mukmin yang duduh [yang tidak ikut berperang]…).” Di belakang Rasulullah saw. ada Ibnu Ummi Maktum. Ia berkata: “Ya Rasulallah, saya buta.” Maka turunlah kelanjutannya:…. ghairu ulidl dlarar…(… yang tidak mempunyai uzur…) sampai akhir ayat (an-Nisaa’: 95) sebagai pengecualian bagi orang yang berhalangan (darurat).
KENALI SAHABAT RASULULLAH IAITU AMR IBNUL JAMUH-YANG
CACAT KAKINYA
Dengan cacat pincangku ini, aku bertekad merebut surga…!”
Ia adalah ipar dari Abdullah bin Amr bin Haram, kerana menjadi suami dari
saudara perempuan Hindun binti Amar;
Ibnul Jamuh merupakan salah seorang tokoh penduduk Madinah dan salah
seorang pemimpin Bani Salamah…
Ia didahului masuk Islam oleh puteranya Mu’adz bin Amr yang termasuk
kelompok 70 peserta bai’at ‘Aqabah. Bersama shahabatnya Mu’adz bin Jabal,
Mu’adz bin Amr ini menyebarkan Agama Islam di kalangan penduduk Madinah dengan
keberanian luar biasa sebagai layaknya pemuda Mu’min yang gagah perwira…
Telah menjadi kebiasaan bagi golongan bangsawan di Madinah, menyediakan di
rumah masing~masing salinan berhala-berhala besar yang terdapat di
tempat-tempat pemujaan umum yang dikunjungi oleh orang banyak. Maka sesuai
dengan kedudukannya sebagai seorang bangsawan dan pemimpin Amru bin Jamuh juga
mendirikan berhala di rumahnya yang dinamakan Manaf.
Puteranya, Mu’adz bin Amr bersama temannya Mu’adz bin Jabal telah
bermufakat akan menjadikan berhala di rumah bapanya itu sebagai barang
permainan dan penghinaan. Di waktu malam mereka menyelinap ke dalam rumah, lain
mengambil berhala itu dan membuangnya ke dalam lubang yang biasa digunakan
manusia untuk membuang hajatnya.
Pagi harinya Amr tidak melihat Manaf berada di tempatnya yang biasa, maka
dicarinyalah berhala itu dan akhirnya ditemukannya di tempat pembuangan hajat.
Bukan main marahnya Amr, lalu bentaknya: “Keparat siapa yang telah melakukan
perbuatan durhaka terhadap tuhan-tuhan kita malam tadi…?” Kemudian dicuci dan
dibersihkannya berhala itu dan dibelinya wangi-wangian.
Malam berikutnya, berdua Mu’adz bin Amr dan Mu’adz bin Jabal memperlakukan
berhala itu seperti pada malam sebelumnya. Demikianlah pula pada malam-malam
selanjutnya. Dan akhirnya setelah merasa bosan, Amar mengambil pedangnya lalu
menaruhnya di leher Manaf, sambil berkata: ”Jika kamu betul-betul dapat
memberikan kebaikan, berusahalah untuk mempertahankan dirimu … !”
Pagi-pagi keesokan harinya Amr tidak menemukan berhalanya di tempat biasa…
tetapi ditemukannya di tempat pembuangan hajat, dan tidak sendirian, berhala
itu terikat bersama bangkai seekar aniing dengan tali yang kuat. Selagi ia
dalam kehairanan, kekecewaan serta amarah, tiba-tiba datang lah ke tempatnya
itu beberapa orang bangsawan Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk
kepada berhala yang tergeletak tidak berdaya dan terikat pada bangkai anjing
itu, mereka mengajak akal budi dan hati nurani Amr bin Jamuh untuk berdialog
serta membeberkan kepadanya perihal Tuhan yang sesungguhnya, Yang Maha Agung
lagi Maha Tinggi, yang tidak satu pun yang menyamai-Nya. Begitupun tentang
Muhammad saw, orang yang jujur dan terpercaya, yang muncul di arena kehidupan
ini untuk memberi bukan untuk menerima, untuk memberi petunjuk dan bukan untuk
menyesatkan. Dan mengenai Agama Islam yang datang untuk membebaskan manusia
dari belenggu segala macam belenggu dan menghidupkan pada mereka ruh Allah
serta menerangi dalam hati mereka dengan cahaya-Nya.
Maka dalam beberapa saat, Amr telah menemukan diri dan harapannya… Beberapa
saat kemudian ia pergi, dibersihkahnya pakaian dan badannya lalu memakai minyak
wangi dan merapikan diri, kemudian dengan kening tegak dan jiwa bersinar ia
pergi untuk bai’at kepada Nabi terakhir, dan menempati kedudukannya di barisan
orang-orang beriman.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa orang-orang seperti Amr ibnul Jamuh, yang
merupakan pemimpin dan bangsawan di kalangan suku bangsanya, kenapa mereka
sampai mempercayai berhala-berhala itu sedemikian rupa? Kenapa akal fikiran
mereka tak dapat menghindarkan diri dari kekebalan dan ketololan itu? Dan kenapa
sekarang ini, setelah mereka menganut Islam dan memberikan pengorbanan, kita
menganggap mereka sebagai orang-orang besar?
Di masa sekarang ini, pertanyaan seperti itu mudah saja timbul, kerana bagi
anak kecil sekalipun tak masuk dalam akalnya akan mendirikan di rumahnya barang
yang terbuat dari kayu lalu disembahnya, walaupun masih ada para ilmuwan yang
menyembah patung.
Amr ibnul Jamuh telah menyerahkan hati dan hidupnya kepada Allah
Rabbul-Alamin. Dan walaupun dari semula ia telah berbai’at pemurah dan dermawan, tetapi Islam telah
melipatgandakan kedermawanannya ini, hingga seluruh harta kakayaannya
diserahkannya untuk Agama dan kawan-kawan seperjuangannya.
Pernah Rasulullah saw menanyakan kepada segolongan Bani Salamah iaitu suku
Amr ibnul Jamuh, katanya: “Siapakah yang menjadi pemimpin kalian, hai Bani
Salamah?” Ujar mereka: “Al-Jaddu bin Qeis, hanya sayang ia kikir…”. Maka sabda
Rasulullah pula: “Apa lagi penyakit yang lebih parah dari kikir! Kalau begitu
pemimpin kalian ialah si
Putih Keriting, Amr ibnul Jamuh…!” Demikianlah kesaksian dari Rasulullah
saw ini merupakan penghormatan besar bagi Amr! Dan mengenai ini seorang penyair
Anshar pernah berpantun:
“Amr ibnul Jamuh membiarkan
kedermawanannya merajalela, dan memang wajar, bila ia dibiarkan berkuasa, jika
datang permintaan, dilepasnya kendali hartanya, silakan ambil, ujarnya, kerana
esok ia akan kembali, berlipat ganda!”
Dan sebagaimana ia dermawan membaktikan hartanya di jalan Allah, maka Amr
ibnul Jamuh tak ingin sifat pemurahnya akan kurang dalam menyerahkan jiwa
raganya! Tetapi betapa caranya? Kakinya yang pincang menjadi penghadang
badannya untuk ikut dalam peperangan. Ia mempunyai empat orang putera, semuanya
beragama islam dan semuanya satria bagaikan singa, dan ikut bersama Nabi saw
dalam setiap peperangan serta tabah dalam menunaikan tugas perjuangan.
Amr telah berketetapan hati dan telah menyiapkan peralatannya untuk turut
dalam perang Badar, tetapi putera-puteranya memohon kepada Nabi agar ia
mengurungkan maksudnya dengan kesedaran sendiri, atau bila terpaksa dengan
larangan dari Nabi.
Nabi pun menyampaikan kepada Amr bahawa Islam membebaskan dirinya dari
kewajiban perang, dengan alasan ketidakmampuan disebabkan cacat kakinya yang
berat itu. Tetapi ia tetap mendesak dan minta diizinkan, hingga Rasulullah
terpaksa mengeluarkan perintah agar ia tetap tinggal di Madinah.
Kemudian datanglah Masanya perang Uhud. Amr lalu pergi menemui Nabi saw,
memohon kepadanya agar diizinkan turut, katanya: “Ya Rasulallah,
putera-puteraku bermaksud hendak menghalangiku pergi bertempur bersama anda.
Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat
merebut syurga!”
Kerana permintaannya yang amat sangat, Nabi saw memberinya izin untuk
turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan dengan hati yang diliputi oleh
rasa puas dan gembira, ia berjalan berjingkat-jingkat. Dan dengan suara
beriba-iba ia memohon kepada Allah: “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk
menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku!”
Dan kedua pasukan pun bertemulah di hari uhud itu. Amr ibnul Jamuh bersama
keempat putranya maju ke depan menebaskan pedangnya kepada tentara penyeru
kesesatan dan pasukan syirik.
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk-pikuk itu Amr melompat dan
bersijingkat, dan sekali lompat pedangnya menyambar satu kepala dari
kepala-kepala orang musyrik. Ia terus melepaskan pukulan-pukulan pedangnya ke
kiri ke kanan dengan tangan kanannya, sambil menengok ke sekelilingnya,
seolah-olah mengharapkan kedatangan Malaikat dengan secepatnya yang akan
menemani dan mengawalnya masuk syurga.
Memang, ia telah memohon kepada Tuhannya agar diberi syahid dan ia yakin
bahawa Allah swt pastilah akan mengabulkannya. Dan ia rindu, amat rindu sekali
akan berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam syurga, agar ahli syurga
itu sama mengetahui bahawa Muhammad Rasulullah saw itu tahu bagaimana caranya
memilih shahabat dan bagaimana pula mendidik dan menempa manusia.
Dan apa yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah, suatu pukulan pedang yang
berkelebat, memaklumkan datangnya saat keberangkatan, yakni keberangkatan
seorang syahid yang mulia, menuju syurga jannatul khuldi, syurga Firdausi yang
abadi!
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka, Rasulullah saw
mengeluarkan perintah:
“Perhatikan, tanamkanlah jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr ibnul
Jamuh di makam yang satu, kerana selagi hidup mereka adalah dua orang shahabat
yang setia dan saling menyayangi!”
Apabil Ummu Walid membawa ketiga-tiga mayat iaitu mayat suaminya Amru bin
Jumuh, mayat anaknya Walid bin Amru dan saudaranya Abdullah di atas belakang
unta untuk di bawa pulang ke Madinah, unta engga berjalan. Lalu Rasulullah saw
bertanya apakah Amru ada menyebut sesesuatu sebelum dia keluar berjuang, kata
Ummu Walid ada wahai Rasulullah, katanya
jangan kembalikan aku ke rumahku. Maka disebabkan itu Rasulullah mengarahkan
mayatnya disemadikan di Uhud bersama-sama syuhada’ uhud yang lain.
Kedua shahabat yang saling menyayangi dan telah menemui syahid itu
dikuburkan dalam sebuah makam, yakni dalam pangkuan tanah yang menyambut jasad
mereka yang suci setelah menyaksikan kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Dan setelah waktu berlalu selama 46 tahun di pemakaman dan penyatuan
mereka, datanglah banjir besar yang melanda dan menggenangi tanah pekuburan
disebabkan digalinya sebuah mata air yang dialirkan Muswiyah melalui tempat
itu. Kaum Muslimin pun segera memindahkan kerangka para syuhada.
Kiranya mereka sebagai dilukiskan oleh orang-orang yang ikut memindahkan
mereka: “Jasad mereka menjadi lembut, dan hujung-hujung anggota tuhuh mereka
jadi melengkung!”
Ketika itu Jabir bin Abdullah masih hidup. Maka bersama keluarganya ia
pergi memindahkan kerangka bapanya Abdullah bin Amr bin Haram serta kerangka
bapa kecilnya Amr ibnul Jamuh… Kiranya mereka dapati kedua mereka dalam kubur
seolah-olah sedang tidur nyenyak. Tak sedikit pun tubuh mereka dimakan tanah,
dan dari kedua bibir masing-masing belum hilang senyuman manis alamat redha dan
bangga yang telah terlukis semenjak mereka dipanggil untuk menemui Allah dulu.
Apakah anda sekalian merasa hairan? Tidak, janganlah merasa hairan! Kerana
jiwa-jiwa besar yang suci lagi bertaqwa, yang mampu mengendalikan arah tujuan
hidupnya, membuat tubuh-tubuh kasar yang menjadi tempat kediamannya, memiliki
semacam ketahanan yang dapat menangkis sebab-sebab kelapukan dan mengatasi
bencana-bencana tanah.
Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid)
سادسا - لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ
الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ – الحشر 20
Tidak sama para
penghuni neraka dengan para penghuni surga; para penghuni surga itulah
orang-orang yang memperoleh kemenangan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan