Selasa, Jun 23, 2015

ANTARA DUA JALAN


أولا - وهدينا النجدين – البلد 10
dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan(kebaikan dan keburukan

Disinilah Allah memberikan pilihan kepada kita,sehingga tidak ada alasan ketika kita melakukan keburukan itu adalah suatu takdir Allah, karena kita melakukan keburukan adalah karena pilihan kita bukan karena Allah memaksa kita, semua yang ada di depan kita adalah pilihan, maka hidup kita adalah pilihan, maka ketika kafir pun ia sudah mendapatkan pilihan mau muslim atau kafir, kalau dia kufur dia tidak mau memilih jalan kebaikan, kalau dia pilih muslim maka ia memilih jalan kebaikan. Bahkan ketika di alam roh pun kita sudah ditawarkan pilihan oleh Allah SWT untuk memilih ….Alastu birobbikum (bukankah Aku Tuhan kalian) kalau kita mengakui tidak mengatakan ‘Bala’ (ya,…Engkaulah Tuhanku) maka dia tidak bisa atau mati sebelum lahir, tapi karena semua yang lahir itu mengatakan ‘Bala’ (ya,…Engkaulah Tuhankau) maka ia lahir dalam kondisi fitrah atau muslim.

Kalau ada orang yang kufur kalau tidak mempunyai tawaran maka ia diampuni oleh Allah SWT. Seperti orang-orang yang tidak beriman tidak ada utusan kepada mereka, tidak ada Rasul menyampaikan islam kepada mereka, kata para ulama aqidah mengatakan mereka semua berada di dalam masyiah Allah kehendak Allah nanti di akhirat, kalau Allah berkehendak, Allah akan memberikan nikmat kepadanya, kalau Allah berkehendak menyiksa, Allah akan menyiksa dirinya.

Jadi orang-orang yang tidak pernah mendengar islam sama sekali, tidak memiliki pilihan untuk masuk islam maka mereka berada dalam kehendak Allah. Di zaman sekarang semua sudah disampaikan lewat media-media yang ada, Allah berfirman :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Kami tidak memberikan azab ,menyiksa suatu kaum sampai kami mengutus kepada mereka Rasul (15 Al isra’)

ayat ini memberikan kesimpulan kepada ulama aqidah bahwa seseorang yang belum pernah mendengar islam maka ia tidak di azab oleh Allah.Maka ayat ini berisi pilihan,kemudian ketika kita disuruh memilih kedua jalan itu maka memberikan sayangnya kepada kita,dengan menunjukan jalan kebaikan dan keburukan.

ثالثا - مَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ   قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
 -‏ سورة الزمر الآية 9

(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui  dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. 10. Katakanlah (Muhammad), "Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah  yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa yang dimaksud dengan, amman huwa qaanit… ([apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung] ataukah orang yang beribadah…) dalam ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan ‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt.)
Menurut riwayat Ibnu Sa’d dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9 adalah ‘Ammar bin Yasir.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, dan Salim, maulaa Abu Hudzaifah.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari ‘Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah ‘Ammar bin Yasir.
ثانيا - قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ – المائدة 100
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan al-Ashbahani di dalam Kitab at-Targhib, yang bersumber dari Jabir, bahwa ketika Nabi menerangkan haramnya arak, berdirilah orang baduy dan berkata: “Saya pernah menjadi pedagang arak, dan saya kaya raya karenanya. Apakah kekayaanku ini bermanfaat apabila saya gunakan untuk taat kepada Allah?” Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik.” Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 100) yang membenarkan ucapan Rasulullah saw.

رابعا –وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ {19} وَلَا الظُّلُمَاتُ وَلَا النُّورُ {20} وَلَا الظِّلُّ وَلَا الْحَرُورُ {21} وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاءُ وَلَا الْأَمْوَاتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ {22} إِنْ أَنْتَ إِلَّا نَذِيرٌ {23} سورة فاطر
(19) Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.(20) Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya,(21) Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas, (22) Dan tidak (pula) sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sungguh, Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar, (23) Engkau tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan.
خامسا - لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا – النساء (95)
Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak ikut berperang) tanpa mempunyai 'uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar

Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari al-Barra’. Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh al-Bukhari dan yang lainnya, dari Zaid bin Tsabit; ath-Thabarani dari Zaid bin Arqam; dan Ibnu Hibban dari al-Falatan bin ‘Ashim.

At-Tirmidzi-pun meriwayatkan hadits seperti ini, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dengan tambahwan bahwa yang mengucapkan “saya buta”, adalah ‘Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum. Dipaparkan di dalam kitab Turjumaanul Qur’aan. Dan hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari berbagai sumber, dengan periwayatan mursal. Bahwa ketika turun ayat, laa yastawil qaa-iduuna minal mu’miniin… (tidaklah sama antara Mukmin yang duduk [yang tidak ikut berperang]…) (an-Nisaa’: 95), bersabdalah Nabi saw.: “Panggillah si anu.” Maka datanglah ia membawa tinta dengan alat tulisnya. Bersabdalah Rasulullah saw: “Panggillah si anu.” Maka datanglah ia membawa tinta dengan alat tulisnya. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Tulislah. Laa yasytawil qaa’iduuna minal mu’minin…. (tidak sama antara Mukmin yang duduh [yang tidak ikut berperang]…).” Di belakang Rasulullah saw. ada Ibnu Ummi Maktum. Ia berkata: “Ya Rasulallah, saya buta.” Maka turunlah kelanjutannya:…. ghairu ulidl dlarar…(… yang tidak mempunyai uzur…) sampai akhir ayat (an-Nisaa’: 95) sebagai pengecualian bagi orang yang berhalangan (darurat).

KENALI SAHABAT RASULULLAH IAITU AMR IBNUL JAMUH-YANG CACAT KAKINYA
Dengan cacat pincangku ini, aku bertekad merebut surga…!”
Ia adalah ipar dari Abdullah bin Amr bin Haram, kerana menjadi suami dari saudara perempuan Hindun binti Amar;
Ibnul Jamuh merupakan salah seorang tokoh penduduk Madinah dan salah seorang pemimpin Bani Salamah…
Ia didahului masuk Islam oleh puteranya Mu’adz bin Amr yang termasuk kelompok 70 peserta bai’at ‘Aqabah. Bersama shahabatnya Mu’adz bin Jabal, Mu’adz bin Amr ini menyebarkan Agama Islam di kalangan penduduk Madinah dengan keberanian luar biasa sebagai layaknya pemuda Mu’min yang gagah perwira…
Telah menjadi kebiasaan bagi golongan bangsawan di Madinah, menyediakan di rumah masing~masing salinan berhala-berhala besar yang terdapat di tempat-tempat pemujaan umum yang dikunjungi oleh orang banyak. Maka sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang bangsawan dan pemimpin Amru bin Jamuh juga mendirikan berhala di rumahnya yang dinamakan Manaf.
Puteranya, Mu’adz bin Amr bersama temannya Mu’adz bin Jabal telah bermufakat akan menjadikan berhala di rumah bapanya itu sebagai barang permainan dan penghinaan. Di waktu malam mereka menyelinap ke dalam rumah, lain mengambil berhala itu dan membuangnya ke dalam lubang yang biasa digunakan manusia untuk membuang hajatnya.
Pagi harinya Amr tidak melihat Manaf berada di tempatnya yang biasa, maka dicarinyalah berhala itu dan akhirnya ditemukannya di tempat pembuangan hajat. Bukan main marahnya Amr, lalu bentaknya: “Keparat siapa yang telah melakukan perbuatan durhaka terhadap tuhan-tuhan kita malam tadi…?” Kemudian dicuci dan dibersihkannya berhala itu dan dibelinya wangi-wangian.
Malam berikutnya, berdua Mu’adz bin Amr dan Mu’adz bin Jabal memperlakukan berhala itu seperti pada malam sebelumnya. Demikianlah pula pada malam-malam selanjutnya. Dan akhirnya setelah merasa bosan, Amar mengambil pedangnya lalu menaruhnya di leher Manaf, sambil berkata: ”Jika kamu betul-betul dapat memberikan kebaikan, berusahalah untuk mempertahankan dirimu … !”
Pagi-pagi keesokan harinya Amr tidak menemukan berhalanya di tempat biasa… tetapi ditemukannya di tempat pembuangan hajat, dan tidak sendirian, berhala itu terikat bersama bangkai seekar aniing dengan tali yang kuat. Selagi ia dalam kehairanan, kekecewaan serta amarah, tiba-tiba datang lah ke tempatnya itu beberapa orang bangsawan Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk kepada berhala yang tergeletak tidak berdaya dan terikat pada bangkai anjing itu, mereka mengajak akal budi dan hati nurani Amr bin Jamuh untuk berdialog serta membeberkan kepadanya perihal Tuhan yang sesungguhnya, Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, yang tidak satu pun yang menyamai-Nya. Begitupun tentang Muhammad saw, orang yang jujur dan terpercaya, yang muncul di arena kehidupan ini untuk memberi bukan untuk menerima, untuk memberi petunjuk dan bukan untuk menyesatkan. Dan mengenai Agama Islam yang datang untuk membebaskan manusia dari belenggu segala macam belenggu dan menghidupkan pada mereka ruh Allah serta menerangi dalam hati mereka dengan cahaya-Nya.
Maka dalam beberapa saat, Amr telah menemukan diri dan harapannya… Beberapa saat kemudian ia pergi, dibersihkahnya pakaian dan badannya lalu memakai minyak wangi dan merapikan diri, kemudian dengan kening tegak dan jiwa bersinar ia pergi untuk bai’at kepada Nabi terakhir, dan menempati kedudukannya di barisan orang-orang beriman.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa orang-orang seperti Amr ibnul Jamuh, yang merupakan pemimpin dan bangsawan di kalangan suku bangsanya, kenapa mereka sampai mempercayai berhala-berhala itu sedemikian rupa? Kenapa akal fikiran mereka tak dapat menghindarkan diri dari kekebalan dan ketololan itu? Dan kenapa sekarang ini, setelah mereka menganut Islam dan memberikan pengorbanan, kita menganggap mereka sebagai orang-orang besar?
Di masa sekarang ini, pertanyaan seperti itu mudah saja timbul, kerana bagi anak kecil sekalipun tak masuk dalam akalnya akan mendirikan di rumahnya barang yang terbuat dari kayu lalu disembahnya, walaupun masih ada para ilmuwan yang menyembah patung.
Amr ibnul Jamuh telah menyerahkan hati dan hidupnya kepada Allah Rabbul-Alamin. Dan walaupun dari semula ia telah berbai’at pemurah dan dermawan, tetapi Islam telah melipatgandakan kedermawanannya ini, hingga seluruh harta kakayaannya diserahkannya untuk Agama dan kawan-kawan seperjuangannya.
Pernah Rasulullah saw menanyakan kepada segolongan Bani Salamah iaitu suku Amr ibnul Jamuh, katanya: “Siapakah yang menjadi pemimpin kalian, hai Bani Salamah?” Ujar mereka: “Al-Jaddu bin Qeis, hanya sayang ia kikir…”. Maka sabda Rasulullah pula: “Apa lagi penyakit yang lebih parah dari kikir! Kalau begitu pemimpin kalian ialah si Putih Keriting, Amr ibnul Jamuh…!” Demikianlah kesaksian dari Rasulullah saw ini merupakan penghormatan besar bagi Amr! Dan mengenai ini seorang penyair Anshar pernah berpantun:
 “Amr ibnul Jamuh membiarkan kedermawanannya merajalela, dan memang wajar, bila ia dibiarkan berkuasa, jika datang permintaan, dilepasnya kendali hartanya, silakan ambil, ujarnya, kerana esok ia akan kembali, berlipat ganda!”
Dan sebagaimana ia dermawan membaktikan hartanya di jalan Allah, maka Amr ibnul Jamuh tak ingin sifat pemurahnya akan kurang dalam menyerahkan jiwa raganya! Tetapi betapa caranya? Kakinya yang pincang menjadi penghadang badannya untuk ikut dalam peperangan. Ia mempunyai empat orang putera, semuanya beragama islam dan semuanya satria bagaikan singa, dan ikut bersama Nabi saw dalam setiap peperangan serta tabah dalam menunaikan tugas perjuangan.
Amr telah berketetapan hati dan telah menyiapkan peralatannya untuk turut dalam perang Badar, tetapi putera-puteranya memohon kepada Nabi agar ia mengurungkan maksudnya dengan kesedaran sendiri, atau bila terpaksa dengan larangan dari Nabi.
Nabi pun menyampaikan kepada Amr bahawa Islam membebaskan dirinya dari kewajiban perang, dengan alasan ketidakmampuan disebabkan cacat kakinya yang berat itu. Tetapi ia tetap mendesak dan minta diizinkan, hingga Rasulullah terpaksa mengeluarkan perintah agar ia tetap tinggal di Madinah.
Kemudian datanglah Masanya perang Uhud. Amr lalu pergi menemui Nabi saw, memohon kepadanya agar diizinkan turut, katanya: “Ya Rasulallah, putera-puteraku bermaksud hendak menghalangiku pergi bertempur bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut syurga!”
Kerana permintaannya yang amat sangat, Nabi saw memberinya izin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira, ia berjalan berjingkat-jingkat. Dan dengan suara beriba-iba ia memohon kepada Allah: “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku!”
Dan kedua pasukan pun bertemulah di hari uhud itu. Amr ibnul Jamuh bersama keempat putranya maju ke depan menebaskan pedangnya kepada tentara penyeru kesesatan dan pasukan syirik.
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk-pikuk itu Amr melompat dan bersijingkat, dan sekali lompat pedangnya menyambar satu kepala dari kepala-kepala orang musyrik. Ia terus melepaskan pukulan-pukulan pedangnya ke kiri ke kanan dengan tangan kanannya, sambil menengok ke sekelilingnya, seolah-olah mengharapkan kedatangan Malaikat dengan secepatnya yang akan menemani dan mengawalnya masuk syurga.
Memang, ia telah memohon kepada Tuhannya agar diberi syahid dan ia yakin bahawa Allah swt pastilah akan mengabulkannya. Dan ia rindu, amat rindu sekali akan berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam syurga, agar ahli syurga itu sama mengetahui bahawa Muhammad Rasulullah saw itu tahu bagaimana caranya memilih shahabat dan bagaimana pula mendidik dan menempa manusia.
Dan apa yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah, suatu pukulan pedang yang berkelebat, memaklumkan datangnya saat keberangkatan, yakni keberangkatan seorang syahid yang mulia, menuju syurga jannatul khuldi, syurga Firdausi yang abadi!
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka, Rasulullah saw mengeluarkan perintah:
“Perhatikan, tanamkanlah jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr ibnul Jamuh di makam yang satu, kerana selagi hidup mereka adalah dua orang shahabat yang setia dan saling menyayangi!”
Apabil Ummu Walid membawa ketiga-tiga mayat iaitu mayat suaminya Amru bin Jumuh, mayat anaknya Walid bin Amru dan saudaranya Abdullah di atas belakang unta untuk di bawa pulang ke Madinah, unta engga berjalan. Lalu Rasulullah saw bertanya apakah Amru ada menyebut sesesuatu sebelum dia keluar berjuang, kata Ummu Walid ada  wahai Rasulullah, katanya jangan kembalikan aku ke rumahku. Maka disebabkan itu Rasulullah mengarahkan mayatnya disemadikan di Uhud bersama-sama syuhada’ uhud yang lain.
Kedua shahabat yang saling menyayangi dan telah menemui syahid itu dikuburkan dalam sebuah makam, yakni dalam pangkuan tanah yang menyambut jasad mereka yang suci setelah menyaksikan kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Dan setelah waktu berlalu selama 46 tahun di pemakaman dan penyatuan mereka, datanglah banjir besar yang melanda dan menggenangi tanah pekuburan disebabkan digalinya sebuah mata air yang dialirkan Muswiyah melalui tempat itu. Kaum Muslimin pun segera memindahkan kerangka para syuhada.
Kiranya mereka sebagai dilukiskan oleh orang-orang yang ikut memindahkan mereka: “Jasad mereka menjadi lembut, dan hujung-hujung anggota tuhuh mereka jadi melengkung!”
Ketika itu Jabir bin Abdullah masih hidup. Maka bersama keluarganya ia pergi memindahkan kerangka bapanya Abdullah bin Amr bin Haram serta kerangka bapa kecilnya Amr ibnul Jamuh… Kiranya mereka dapati kedua mereka dalam kubur seolah-olah sedang tidur nyenyak. Tak sedikit pun tubuh mereka dimakan tanah, dan dari kedua bibir masing-masing belum hilang senyuman manis alamat redha dan bangga yang telah terlukis semenjak mereka dipanggil untuk menemui Allah dulu.
Apakah anda sekalian merasa hairan? Tidak, janganlah merasa hairan! Kerana jiwa-jiwa besar yang suci lagi bertaqwa, yang mampu mengendalikan arah tujuan hidupnya, membuat tubuh-tubuh kasar yang menjadi tempat kediamannya, memiliki semacam ketahanan yang dapat menangkis sebab-sebab kelapukan dan mengatasi bencana-bencana tanah.
Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid)


سادسا - لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ – الحشر 20
Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga; para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.





Tiada ulasan: