Habil dan Qabil adalah putra Nabi Adam as. Kedua
putra ini diperintahkan oleh Adam as. (lewat wahyu Allah) untuk mengadakan
kurban dari hasil pertaniannya atau peternakannya. Dari hasil persembahan
kurbannya itu, Habil diterima kurbannya sedangkan Qabil ditolaknya(tidak diterima
kurbannya). Sebab Qabil sewaktu mempersembahkan kurbannya dipilihkan dari
barang-barang yang terjelek sedangkan Habil diambilkan dari barang-barang yang
baik (Barang-barang pilihan).
Sejak itu Qabil menaruh dendam kepada Habil untuk
dibunuhnya. Niat dendam si Qabil itu terlaksana. Dengan demikian si Qabil telah
menanggung du dosa, yaitu dosa pertama ialah dosa membunuh saudaranya sendiri,
sedangkan dosa kedua adalah dosanya sendiri dihadapan Allah SWT (tidak
mengindahkan perintah Allah, menyalahi larangan Allah SWT). Perbuatan Qabil itu
menyebabkan dirinya menjadi penghuni neraka.
Kisah Pembunuhan Qabil yang pertama kali di muka
bumi ini telah diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 27-32.
Di antara kisah-kisah yang perlu diluruskan
terkait para Nabi dan Rasul serta dakwahnya adalah kisah Qabil dan Habil.
Pasalnya, kisah ini banyak diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak berilmu
atau musuh-musuh Islam yang sengaja mendistorsi ajaran Islam yang mulia. Di
antara yang paling masyhur terkait kisah ini, bahwa Qabil membunuh adiknya,
Habil, hanya karena wanita. Padahal, ada hal lain yang lebih penting dan luput
diceritakan.
Berdasarkan al-Qur’an
Oleh karena itu, jika hendak mengetahui kisah ini
secara detail dan runut, maka kaum Muslimin harus merujuknya kepada sumber yang
senantiasa jernih, telaga yang tak pernah keruh, dan berita yang senantiasa
benar hingga akhir zaman, al-Qur’an al-Karim.
Di antara ayat yang megisahkan Qabil dan Habil
adalah surat al-Maidah [5] ayat 27-31. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
Al-Ma'idah Ayat 27
۞ وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ
مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
27. Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera
Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Surat Al-Ma'idah Ayat 28
لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ
يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي
أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
28. "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu
kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku
kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru
sekalian alam".
Surat Al-Ma'idah Ayat 29
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ
بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ
الظَّالِمِينَ
29. "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali
dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi
penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang
zalim".
Surat Al-Ma'idah Ayat 30
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ
قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ
30. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap
mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang
diantara orang-orang yang merugi
l-Ma'idah Ayat 31
فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا
يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا
وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ
أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
31. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka
aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara
orang-orang yang menyesal.
Surat Al-Ma'idah Ayat 32
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا
عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ
فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا
فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا
بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ
لَمُسْرِفُونَ
32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi
Menafsirkan rangkaian ayat yang panjang ini, Imam
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya, “Allah Ta’ala menjelaskan buruknya
akibat kejahatan, kedengkian, dan kezaliman dalam kisah dua orang putra Nabi
Adam ‘Alaihis salam dari keturunannya langsung.”
Terkait nama kedua anak Nabi Adam ‘Alaihis salam
itu, Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Jumhur ulama sepakat bahwa nama kedua anak
Nabi Adam itu adalah Qabil dan Habil
Kronologi Kisah yang Beredar
Setiap kali hamil, istri Nabi Adam (Hawa)
melahirkan dua anak kembar (laki-laki dan perempuan). Allah Ta’ala pun
mensyariatkan agar menikahkan putra Nabi Adam dengan putrinya dari pasangan
kembaran yang berbeda (bersilangan).
Qabil dilahirkan bersama dengan kembarannya yang
berparas cantik. Sedangkan Habil dilahirkan bersamaan dengan kembarannya yang
tidak terlalu cantik. Sesuai syariat tersebut, Qabil akan dinikahkan dengan
saudara kembar dari Habil, begitu pun sebaliknya.
Namun, sebab mendapati isteri yang tidak terlalu
cantik, Qabil berkeinginan menikah dengan saudara kembarnya sendiri yang
cantik. Karenanya, Nabi Adam tidak memberi izin kecuali setelah keduanya saling
memberi kurban (persembahan) kepada Allah Ta’ala. Siapa yang kurbannya
diterima, demikian petunjuk dari Nabi Adam, maka wanita itu menjadi miliknya.
Berdasarkan Hadits Nabi
Hadits yang akan kami ringkas dalam tulisan ini
diriwayatkan oleh al-‘Aufi dari ‘Abdullah bin ‘Abbas. Sedangkan yang
meriwayatkannya adalah Imam Ibnu Jarir ath-Thabari sebagaimana dikutip oleh
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Saat itu belum ada orang miskin yang perlu
disedekahi. Maka, dalam mempersembahkan kurban, Allah Ta’ala menerima kurban
hamba-hamba-Nya dengan mengirimkan api untuk membakar apa yang dipersembahkan
untuk-Nya. Kurban sendiri, saat itu, diniatkan untuk mendekatkan diri
kepada-Nya.
Lalu tersebutlah dua orang hamba yang tengah
duduk-duduk. Kemudian, satu di antara mereka berkata, “Bagaimana kalau kita
mempersembahkan kurban?”
Keduanya pun sepakat. Orang pertama adalah seorang
penggembala, sedangkan yang satunya adalah petani. Si penggembala memberikan
persembahan berupa kambing kibas terbaik (paling gemuk) yang dimilikinya.
Sedangkan si petani memberikan kurban berupa hasil pertaniannya.
“Lalu,” tutur Ibnu Jarir dalam riwayat ini,
“datanglah api di antara kedua persembahan itu. Maka api itu melahap kambing
yang gemuk dan membiarkan hasil tanaman tersebut.”
Melihat ini, si petani pun berkata dengan nada
mengancam, “Apakah kamu berpikir bahwa aku akan membiarkanmu pergi dari tempat
ini sehingga orang-orang mengetahui bahwa kurbanmu diterima dan kurbanku
ditolak?”
“Demi Allah,” lanjutnya berapi-api, “orang-orang
tidak akan melihatku karena engkau lebih baik dari diriku.” Lanjutnya sampaikan
ancaman serius, “Aku akan membunuhmu.”
“Apa salahku?” tanya si penggembala.
“Sesungguhnya,” terangnya berkata, “Allah Ta’ala hanya menerima kurban dari
orang-orang yang bertakwa.”
Penjelasan Imam Ibnu Katsir
Setelah mengetengahkan atsar di atas dalam
Tafsirnya, Imam Ibnu Katsir berkata, “Atsar ini memberikan pengertian bahwa
persembahan kurban itu bukan disebabkan untuk memperebutkan seorang wanita
sebagaimana yang diceritakan oleh sekelompok kaum Muslimin.”
Lanjutnya menjelaskan makna ayat surat al-Maidah
[5] ayat 27, “Redaksi ayat tersebut menunjukkan bahwa ia (Qabil) marah dan
dengki atas diterimanya kurban saudaranya (Habil), sedangkan kurbannya sendiri
ditolak.”
Demikian kisah ini kami ketengahkan sebagai salah
satu upaya memahamkan diri dan kaum Muslimin atas apa yang termaktub dalam
al-Qur’an dan Sunnah yang lurus. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari
berbagai macam jenis kesalahan dalam memahami Islam yang amat mulia ini.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan