Sebagian orang mungkin gila
akan pujian sehingga yang diharap-harapkan adalah komentar baik orang lain.
Padahal pujian seringkali menipu. Begitu pula kita pun sering berperilaku
memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif,
ini adalah suatu hal yang tidak baik. Coba baca hadits-hadits berikut yang
dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dengan beberapa
tambahan bahasan lainnya.
PUJIAN
ADALAH SEMBELIHAN TANPA PISAU
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan
bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل:
أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah
memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika
salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya
kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun
yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan
Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun
Rojulan]
Abu Musa berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam
memuji seorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ – الرجل
”Kalian telah membinasakan
atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab,
54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]
Dari Ibrahim At Taimiy dari
ayahnya, ia berkata, “Kami duduk bersama Umar [ibnul Khaththab radliallahu
‘anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar
lalu berkata,
عقرت الرجل، عقرك الله
“Engkau telah menyembelih
orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara sanad)
’Umar berkata,
المدح ذبح
“Pujian itu adalah penyembelihan.”(Shahih
secara sanad)
Muhammad (guru imam
Bukhari-ed) berkata,
يعني إذا قبلها
“(Hal itu berlaku) apabila ia
senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”
DIBOLEHKAN
MEMUJI JIKA TIADA FITNAH
Dari Abu Hurairah, ia
menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن
حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم
الرجل معاذ بن جبل
“Pria terbaik adalah Abu
Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas,
Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,
وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان
“Pria terburuk adalah fulan
dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih) Ash Shahihah (875): [Saya
tidak mendapatkannya di salah satu kitab induk hadits yang enam]. Saya (Syaikh
Al Albani) berkata: “Bahkan hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Silakan
lihat Ash Shahihah.”
MENYIMBAH
PASIR KE MUKA ORANG YANG MEMUJI
Dari Abu Ma’mar, ia berkata,
“Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur. Miqdad [ibnul Aswad]
lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب
“Kami diperintahkan oleh
Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (Shahih)
Ash Shahihah (912), [Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 68]
Dari Atha’ ibnu Abi Rabah
bahwa ada seorang pria memuji orang lain di hadapan Ibnu Umar. Ibnu Umar lalu
menyiramkan pasir pada mulutnya dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إذا رأيتم المداحين، فاحثوا في وجوههم التراب
“Jika kalian melihat
orang-orang yang doyan memuji maka siramkanlah pasir ke wajahnya .”(Shahih) Ash
Shahihah (912)
Dari Mihjan Al Aslamy
berkata, “Raja’ berkata,
أقبلت مع محجن ذات يوم حتى انتهينا إلى مسجد أهل البصرة، فإذا بريدة على باب
من أبواب المسجد جالسٌ، قال: وكان في المسجد رجل يقال له: سكبة، يطيل الصلاة، لما
انتهينا إلى باب المسجد – وعليه بردة- وكان بريدة صاحب مزاحاتٍ. فقال: يا محجن!
أتصلي كما يصلي سكبة؟ فلم يرد عليه محجن،ورجع،
”Saya berjalan bersama Mihjan
pada suatu hari hingga kami sampai di masjid milik penduduk Basrah. Pada saat
itu Buraidah [ibnul Hushaib] sedang duduk di salah satu pintu masjid. Pada
masjid itu terdapat seorang pria bernama Sukbah sedang melaksanakan shalat
dalam tempo yang terhitung lama. Ketika kami tiba di pintu masjid –di mana
Buraidah sedang duduk disana-, Buraidah berkata -Buraidah adalah seorang yang
suka bergurau-,
يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟
“Wahai Mihjan, apakah engkau
shalat seperti shalatnya Sukbah?” Mihjan tidak menjawabnya tetapi dia lalu
pulang.
Raja’ berkata, ”Mihjan lalu
berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang
tanganku lalu kami pergi bersama hingga menaiki gunung Uhud. Kemudian beliau
menatap kota Madinah, beliau lalu bersabda,
ويل أمها من رية، يتركها أهلها كأعمر ما تكون؛ يأتيها الدجال، فيجد على باب كل
من أبوابها ملكاً، فلا يدخلها
”Kota ini (Madinah) terancam
bahaya. Dia ditinggalkan oleh penghuninya dalam keadaan makmur. Dajjal
mendatanginya lalu mendapati malaikat pada setiap pintunya, maka dia tidak
dapat memasukinya.”
Beliau lalu turun kembali.
Ketika kami sampai di masjid, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang pria melaksanakan shalat, sujud
dan ruku’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepadaku,
من هذا؟
”Siapa dia?”
Saya berkata dengan nada
memujinya,
يا رسول الله ! هذا فلان، وهذا
”Wahai Rasulullah, dia adalah
fulan dan kondisinya demikian …” Beliau lalu bersabda,
أمسك، لا تُسمعه فتهلكه
“Cukup jangan engkau
memperdengarkan pujianmu sehingga engkau membinasakannya.”
Mihjan berkata, ”Beliau lalu
pergi. Ketika sampai di kamarnya beliau seolah meniup dua tangannya sambil
bersabda,
إن خير دينكم أيسره، إن خير دينكم أيسره
“Sesungguhnya sikap beragama
yang terbaik adalah mengerjakan kewajiban agama sesuai dengan kemampuan.”
Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (Hasan) Ash Shahihah (1635)
JANGAN
TERTIPU DENGAN PUJIAN
Ibnu ‘Ajibah mengatakan,
“Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu.
Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang
nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu.
Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian
manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh
Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)
BERDOALAH
DENGAN DOA BERIKUT JIKA DIPUJI
Lihatlah apa yang dilakukan
oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain.
Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ
يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni
bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa
yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih
mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui
keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih
baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak
ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat
Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)
IKHLAS LEBIH BAIK DARI MENCARI PUJIAN
Abul Qosim juga mengatakan,
“Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”
Dzun Nuun menyebutkan tiga
tanda ikhlas:
1. Tetap merasa sama antara
pujian dan celaan orang lain.
2. Melupakan amalan kebajikan
yang dulu pernah diperbuat.
3. Mengharap balasan dari
amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
(Lihat At Tibyan fi Adabi
Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama,
tahun 1426 H)
Jika kita sedang melakukan
suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian
makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya
yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Semoga yang sederhana ini bermanfaat.
Wallahu waliyyut taufiq
Sumber :
https://rumaysho.com/1993-bahaya-memuji-orang-lain-dan-gila-pujian.html
Tiada ulasan:
Catat Ulasan