Halaman

Khamis, November 24, 2016

MENAMAKAN ANAK-ANAK

Berkaitan dengan menamakan anak-anak terdapat hadits sohih Bukhari-Muslim berikut,
سَمُّوْا باسمي ولاتَكَنَّوْا بكنيتي، فإني أنا أبو القاسم
“Silakan memberi nama dengan namaku, namun jangan ber-kun-yah dengan kun-yah-ku. Kun-yah-ku adalah Abul Qasim” 2
Ulama menunjukkan hanya kebolehannya saja karena setelahnya ada larangan agar tidak bernama dengan nama kun-yah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk sunnah memberikan nama anak dengan nama Nabi dan orang shalih
Memang orang yang bernama “Muhammad” tidak memiliki keutamaan khusus. Akan tetapi bagi orang tua hendaknya bersemangat memberikan nama anak-anak mereka dengan nama Nabi dan orang shalih. Karena ini adalh contoh dari para sahabat, ulama dan merupakan sunnah. Merupakan sunnah memberi nama dengan nama para nabi terlebih nama nabi kita yang mulia “Muhammad” shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Demikian juga Imam Muslim membuat bab dalam Sohih Muslim
مسلم باب التسمي بأسماء الأنبياء والصالحين
“Bab (anjuran) memberi nama dengan nama para nabi dan orang-orang shalih”
Kemudian Imam Muslim membawakan hadits,
عن المغيرة بن شعبة. قال: لما قدمت نجران سألوني. فقالوا: إنكم تقرؤن: يا أخت هارون. وموسى قبل عيسى بكذا وكذا. فلما قدمت على رسول الله صلى الله عليه وسلم سألته عن ذلك. فقال (إنهم كانوا يسمون بأنبيائهم والصالحين قبلهم).
Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata : Ketika aku tiba di Najran, orang-orang bertanya kepadaku : ”Apakah engkau memahami ayat ”Hai Saudara perempuan Harun” (QS. Maryam : 28) sedangkan Musa itu hidup jauh sebelum jaman ’Isa. Apakah maksudnya begini dan begini ?”. Setelah aku bertemu dengan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam dan menanyakan tentang hal tersebut, maka beliau menjawab : Kebiasaan mereka pada waktu itu memberi nama seseorang dengan nama para nabi atau orang-orang shalih sebelum mereka.3
Hal ini dijelaskan juga oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata,
قال سعيد بن المسيب: أحب الأسماء إلى الله أسماء الأنبياء، وفي تاريخ ابن أبي خيثمة أن طلحة كان له عشرة من الولد كل منهم اسم نبي وكان للزبير عشرة كلهم تسمى باسم شهيد.
Berkata Sa’id bin Musayyib: Nama yang paling dicintai Allah adalah nama para Nabi. Dalam kita sejarah dijelaskan bahwa sahabat Thalhah mempunyai sepuluh anak dan setiap anak bernama dengan nama nabi. Sahabat Az-Zubair juga memiliki sepuluh anak dan dinamakan dengan para syuhada.”4
Dan mengenai tuntunan dalam pemberian nama kepada anak, lebih jelasnya silakan simak artikel “Tuntunan Pemberian Nama (Nama-Nama yang Disunnahkan)“.
Nama-nama Nabi dan Rasul

Para nabi dan rasul Allah subhanahu wa ta’ala merupakan pemimpin anak Adam. Akhlaq mereka merupakan semulia-mulia akhlaq dan amalan mereka merupakan amalan yang paling suci sehingga bila menamai dengan nama mereka akan mengingatkan kita pada kemuliaan mereka.

Ulama telah bersepakat akan bolehnya memberi nama dengan nama mereka. (Syarhu Muslim oleh Imam Nawawi 8/437 dan lihat Maratibul Ijma’ hlm. 154-155)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri menamakan salah seorang anaknya dengan nama Nabi, sebagaimana sabda beliau:

وُلِدَلِي اللَّيْلَةَ غُلاَمُ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ

“Semalam telah lahir untukku seorang anak laki-laki, maka aku beri nama dengan nama moyangku, Ibrahim.” (HR Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Yang paling afdhol dari nama para nabi adalah nama nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam hal ini beliau bersabda:

سَمُّوا بِاسْمِي وَلاَ تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي

“Namailah oleh kalian dengan namaku dan jangan berkunyah dengan kun-yahku.” (Hadits riwayat Al Bukhari 10/571-Fathul Bari, Muslim 14/359-Syarhun Nawawi, Abu Dawud 4965, Tirmidzi 2841, dll)


Nama-nama Orang Shalih

Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَمُّوْنَ بِأَنْبِيَائِهِمْ وَالصَّالِحِيْنَ قَبْلَهُمْ

“Sesungguhnya mereka (umat-umat terdahulu) menamakan dengan nama para nabi mereka dan orang-orang shalih sebelum mereka.” (HR Muslim)

Nama-nama yang Sifatnya Benar

Nama anak dinilai mengandung sifat syar’i jika memenuhi dua syarat berikut ini:

Pertama, nama tersebut berasal dari bahasa Arab, sehingga tidak termasuk di dalamnya setiap nama ‘ajam (asing/non Arab), campuran, ataupun diserap ke dalam lisan Arab.

Kedua, nama tersebut baik maknanya secara bahasa dan syar’i, sehingga tidak boleh menamai dengan nama-nama yang mengandung unsur tazkiyyah (menganggap dirinya suci), celaan ataupun cercaan. Contoh nama yang mengandung tazkiyyah: Aflah (yang paling berhasil), Rabbah (yang paling beruntung), Yassar (yang paling mudah), Muthi’ah (perempuan yang taat). Contoh nama yang mengandung celaan: ‘Ashiyah (wanita yang bermaksiat).


Tiada ulasan:

Catat Ulasan