Berkaitan
dengan menamakan anak-anak terdapat hadits sohih Bukhari-Muslim berikut,
سَمُّوْا باسمي ولاتَكَنَّوْا
بكنيتي، فإني أنا أبو القاسم
“Silakan
memberi nama dengan namaku, namun jangan ber-kun-yah dengan kun-yah-ku.
Kun-yah-ku adalah Abul Qasim” 2
Ulama
menunjukkan hanya kebolehannya saja karena setelahnya ada larangan agar tidak
bernama dengan nama kun-yah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk sunnah memberikan
nama anak dengan nama Nabi dan orang shalih
Memang
orang yang bernama “Muhammad” tidak memiliki keutamaan khusus. Akan tetapi bagi
orang tua hendaknya bersemangat memberikan nama anak-anak mereka dengan nama
Nabi dan orang shalih. Karena ini adalh contoh dari para sahabat, ulama dan
merupakan sunnah. Merupakan sunnah memberi nama dengan nama para nabi terlebih
nama nabi kita yang mulia “Muhammad” shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian juga Imam Muslim membuat bab dalam Sohih Muslim
مسلم باب التسمي بأسماء الأنبياء والصالحين
“Bab (anjuran) memberi nama dengan nama para
nabi dan orang-orang shalih”
Kemudian Imam Muslim membawakan hadits,
عن المغيرة بن شعبة. قال: لما قدمت نجران سألوني.
فقالوا: إنكم تقرؤن: يا أخت هارون. وموسى قبل عيسى بكذا وكذا. فلما قدمت على رسول
الله صلى الله عليه وسلم سألته عن ذلك. فقال (إنهم كانوا يسمون بأنبيائهم
والصالحين قبلهم).
Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata : Ketika
aku tiba di Najran, orang-orang bertanya kepadaku : ”Apakah engkau memahami
ayat ”Hai Saudara perempuan Harun” (QS. Maryam : 28) sedangkan Musa itu
hidup jauh sebelum jaman ’Isa. Apakah maksudnya begini dan begini ?”. Setelah
aku bertemu dengan Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam dan menanyakan tentang hal tersebut,
maka beliau menjawab : “Kebiasaan
mereka pada waktu itu memberi
nama seseorang
dengan nama para nabi atau orang-orang shalih sebelum mereka”.3
Hal ini dijelaskan juga oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata,
قال سعيد بن المسيب: أحب الأسماء إلى الله أسماء
الأنبياء، وفي تاريخ ابن أبي خيثمة أن طلحة كان له عشرة من الولد كل منهم اسم نبي
وكان للزبير عشرة كلهم تسمى باسم شهيد.
“Berkata Sa’id bin Musayyib: Nama yang paling
dicintai Allah adalah nama para Nabi. Dalam kita sejarah dijelaskan bahwa
sahabat Thalhah mempunyai sepuluh anak dan setiap anak bernama dengan nama
nabi. Sahabat Az-Zubair juga memiliki sepuluh anak dan dinamakan dengan para
syuhada.”4
Dan mengenai tuntunan dalam pemberian nama
kepada anak, lebih jelasnya silakan simak artikel “Tuntunan
Pemberian Nama (Nama-Nama yang Disunnahkan)“.
Nama-nama Nabi dan Rasul
Para nabi dan rasul Allah subhanahu wa ta’ala merupakan pemimpin anak Adam. Akhlaq
mereka merupakan semulia-mulia akhlaq dan amalan mereka merupakan amalan yang
paling suci sehingga bila menamai dengan nama mereka akan mengingatkan kita
pada kemuliaan mereka.
Ulama telah bersepakat akan bolehnya memberi
nama dengan nama mereka. (Syarhu Muslim oleh Imam Nawawi 8/437 dan lihat Maratibul Ijma’ hlm. 154-155)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri menamakan salah seorang anaknya
dengan nama Nabi, sebagaimana sabda beliau:
وُلِدَلِي اللَّيْلَةَ غُلاَمُ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ
أَبِي إِبْرَاهِيْمَ
“Semalam telah lahir untukku seorang anak laki-laki, maka aku
beri nama dengan nama moyangku, Ibrahim.” (HR Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Yang paling afdhol dari nama para nabi adalah
nama nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam hal ini
beliau bersabda:
سَمُّوا بِاسْمِي وَلاَ تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي
“Namailah oleh kalian dengan namaku dan jangan berkunyah dengan kun-yahku.”
(Hadits riwayat Al Bukhari 10/571-Fathul Bari,
Muslim 14/359-Syarhun Nawawi, Abu Dawud 4965,
Tirmidzi 2841, dll)
Nama-nama Orang Shalih
Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
bahwasanya beliau bersabda:
إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَمُّوْنَ بِأَنْبِيَائِهِمْ
وَالصَّالِحِيْنَ قَبْلَهُمْ
“Sesungguhnya mereka (umat-umat terdahulu) menamakan dengan nama
para nabi mereka dan orang-orang shalih sebelum mereka.” (HR Muslim)
Nama-nama
yang Sifatnya Benar
Nama anak dinilai mengandung sifat syar’i jika memenuhi
dua syarat berikut ini:
Pertama, nama tersebut berasal dari bahasa Arab, sehingga tidak
termasuk di dalamnya setiap nama ‘ajam (asing/non Arab), campuran, ataupun
diserap ke dalam lisan Arab.
Kedua, nama tersebut baik maknanya secara bahasa dan syar’i,
sehingga tidak boleh menamai dengan nama-nama yang mengandung unsur tazkiyyah
(menganggap dirinya suci), celaan ataupun cercaan. Contoh nama yang mengandung
tazkiyyah: Aflah (yang paling berhasil), Rabbah (yang paling beruntung), Yassar
(yang paling mudah), Muthi’ah (perempuan yang taat). Contoh nama yang
mengandung celaan: ‘Ashiyah (wanita yang bermaksiat).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan