*Diangkat Darjat Orang Pemurah dan Pemaaf*
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
Daripada Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah tidak akan mengurangi harta. Allah pasti menambahkan kemuliaan kepada seorang hamba yang memiliki sifat memaafkan. Tidak ada balasan bagi seseorang yang rendah hati kepada Allah, kecuali Allah mengangkat darjatnya” (HR Muslim No: 4689) Status: Hadis Sahih
Pengajaran:
1. Sedekah dalam apa jua bentuk seperti wang ringgit, barangan, mahupun makanan tidak akan mengurangkan harta malah menyuburkan hartanya.
عَنْ أَسْمَاءَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنْفِقِي وَلَا تُحْصِي فَيُحْصِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَلَا تُوعِي فَيُوعِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ
Daripada Asma RA Rasulullah SAW bersabda: Bersedekahlah, jangan engkau menghitung-hitungnya, agar Allah tidak menghitung-hitung pemberian-Nya kepadamu dan janganlah engkau mengumpul-ngumpulkannya (tidak bersedekah) agar Allah tidak kikir kepadamu” (HR Bukhari No: 2402) Status: Hadis Sahih
2. Orang yang memaafkan, Allah akan menambah kemuliaan untuknya di sisi Allah.
3. Pemaaf dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyakan sahabat
4. Pemaaf akan melahirkan sifat tawaduk, menghilangkan sifat sombong dan angkuh. Firman Allah:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (١٩٩)
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf 7:199)
5. Allah mengangkat darjat kepada orang yang tawadukk.
Tawaduk ialah bersikap rendah hati iaitu sifat yang diperintahkan di dalam Islam. Di dalam Al-Quran Allah berfirman:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan rendahkanlah dirimu kepada kaum mukminin yang mengikutimu.” (Al Hijr: 88)
Marilah kita jadi pemurah, pemaaf dan rendah hati
18 Februari 2020
24 Jamadil Akhir 1441H
Halaman
▼
Selasa, Februari 18, 2020
Rasulullah Beri Amaran Dgn Sembelih Kpd Quraisy
Abdullah bin Amr melanjutkan, “Aku mengetahui hal itu dari ekspresi wajah beliau. Kemudian beliau berlalu. Ketika beliau melewati mereka untuk kali kedua, mereka kembali mencelanya seperti semula. Dan aku bisa mengetahui hal itu dari wajahnya. Beliau tetap berlalu (tidak memperdulikannya). Lalu beliau melewati mereka untuk kali ketiga, mereka kembali mencelanya seperti semula. Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
تَسْمَعُونَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، أَمَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِالذَّبْحِ
“Dengarlah wahai orang-orang Quraisy, demi Dzat yang jiwa Muhammad ada dalam genggamannya, sungguh aku datang untuk menyembelih kalian!!”
Maka kata-kata itu menjadikan mereka ngeri. Sehingga, tidak ada seorang pun dari mereka kecuali seakan-akan di atas kepalanya ada seekor burung yang hinggap”. (HR. Ahmad 6739).
Begitulah sesingga terdiamnya semuanya, burung pun hinggap karena mengira mereka patung.
Khamis, Februari 06, 2020
ZALIM DALAM HADITH 24 RIYADUSSOLIHIN
Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah #24
الحَدِيْثُ الرَّابِعُ وَالعِشْرُوْنَ
عَنْ أَبِى ذَرٍّ الغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ
وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ
بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ
هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ
أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ
مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ
يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى
فَتَنْفَعُونِى يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ
كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى
شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ
كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا
فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ
ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا
فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ
إِلاَّ نَفْسَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Hadits Ke-24
Dari Abu Dzar Al-Ghifari
radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan
dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:
“Wahai hamba-Ku,
sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan
kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.
Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk,
maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya.
Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah
orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kalian
minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua asalnya
telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kalian minta
pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian
berbuat dosa pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu
semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian
tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat
kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di
antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertakwa seperti orang yang
paling bertakwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun.
Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian
manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di
antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.
Wahai hamba-Ku, jika orang-orang
terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin yang
tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan
mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana
sebatang jarum yang dimasukkan ke laut.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya inilah
amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, kemudian Kami akan
membalasnya.
Maka barang siapa yang mendapatkan
kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain
dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
(HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 6737]
Keutamaan hadits di atas
Dalam lanjutan lafaz hadits di atas,
قَالَ سَعِيدٌ كَانَ أَبُو إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِىُّ
إِذَا حَدَّثَ بهَذَا الْحَدِيثِ جَثَا عَلَى رُكْبَتَيْه
“Sa’id berkata
bahwa dulu ketika Abu Idris Al-Khawlaniy (yang meriwayatkan hadits ini) jika
dia membacakan hadits ini dia langsung tersungkur untuk berlutut.” Lihat Jaami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:33.
Kami katakan: Suatu pelajaran
penting dari kisah ini. Lihatlah bahwa para salaf dahulu, hati-hati mereka
lebih terpengaruh dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena
kandungannya yang sangat mendalam dan begitu mengena. Mereka tidaklah
terpengaruh dengan cerita-cerita bualan dan fiktif seperti kebiasaan orang saat
ini. Orang-orang saat ini hanya bisa terpengaruh jika membaca novel yang
menyedihkan yang sebenarnya ditulis atas dasar bualan. Dan inilah tipu daya
iblis terhadap mereka. Novel-novel saat ini membuat mereka menjauh dari
Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta jalan hidup salaf
(generasi terbaik umat ini) yang sebenarnya penuh dengan lautan ilmu dan
terdapat kisah-kisah/ pelajaran-pelajaran yang amat menyentuh hati. Tetapi saat
ini banyak yang melalaikannya. Hati siapakah yang rusak? Hati ulama terdahulu
ataukah orang saat ini?
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى
قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)
Allah mengharamkan tindak zalim
Dalam hadits ini, Allah Ta’ala
berfirman, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas
diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah
kalian saling menzalimi.”
Berikut adalah perkataan Syaikh
Abdul Muhsin dalam Fath Al-Qawi, “Kezaliman adalah meletakkan sesuatu bukan
pada tempatnya. Allah telah mengharamkan kezaliman atas dirinya dan
menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah itu memiliki qudrah (kemampuan),
namun tidak ada kezaliman dari Allah selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan
keadilan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ
“Dan Allah tidak
menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Mukmin: 31)
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“Dan sekali-kali
tidaklah Rabb-mu menzalimi hamba-hambaNya.” (QS. Fushshilat: 46)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا
“Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun.” (QS. Yunus: 44)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
“Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah.” (QS. An Nisaa’: 40)
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَا يَخَافُ ظُلْمًا وَلَا هَضْمًا
“Dan barangsiapa
mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak
khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan
pengurangan haknya.” (QS. Thaha: 112). Maksudnya adalah tidak perlu takut
(gusar) dengan kebaikan yang berkurang ataupun kejelekan yang bertambah atau
pula akan ditimpakan kejelekan dari orang lain.
Ayat-ayat di atas dijelaskan tentang
dinafikannya (ditiadakannya) kezaliman dari Allah Ta’ala, maka ini mengandung
adanya penetapan sifat keadilan yang sempurna dari Allah Ta’ala.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah
berkata,“Allah menciptakan perbuatan hamba, di dalamnya terdapat suatu bentuk
kezaliman yang dilakukan oleh hamba tersebut, maka ini tidaklah berarti Allah
juga bersifat zalim. Sebagaimana Allah juga tidak disifati dengan sifat-sifat
jelek lainnya yang dilakukan oleh hamba, walaupun setiap perbuatan hamba adalah
makluk dan takdir (ketetapan) Allah. Allah tidaklah disifati kecuali dengan
perbuatan-Nya saja dan tidak disifati dengan perbuatan hamba-Nya. Setiap
perbuatan hamba adalah makhluk dan ciptaan-Nya. Namun, Allah tidaklah disifati
dengan sesuatu dari perbuatan hamba tersebut. Allah hanyalah disifati dengan
sifat dan perbuatan yang Dia melakukannya sendiri. Wallahu a’lam.” (Jaami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:36)
Zalim Itu 2 Bahagian
Kezaliman itu ada dua. Pertama,
menzalimi diri sendiri, yang paling parah adalah berbuat syirik. Sebagaimana
disebutkan dalam ayat,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’.” (QS. Luqman: 13)
Kedua, seorang hamba menzalimi orang
lain. Dalam hadits disebutkan,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ
بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِى شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِى بَلَدِكُمْ
هَذَا
“Sesungguhnya
darah, harta, kehormatan di antara kalian itu haram sebagaimana haramnya hari
kalian ini, bulan kalian ini, dan negeri kalian ini.” (HR. Bukhari, no. 67 dan
Muslim, no. 1679)
Semua hamba dalam keadaan tak tahu arah
Dalam lanjutan hadits ini, Allah
Ta’ala berfirman, “Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah
Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku
memberinya.”
Disebutkan dalam Jaami’ Al-‘Ulum wa
Al-Hikam (2:39), sebagian orang mungkin ada yang mengatakan bahwa hadits ini
bertentangan dengan hadits ‘Iyadh bin Himar di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِى حُنَفَاءَ
“Aku menciptakan
hamba-Ku dalam keadaan berada di jalan yang lurus.” (HR. Muslim, no. 2865).
Dalam riwayat lainnya dikatakan, “Dalam keadaan muslim lalu setan
mengalihkannya dari jalan yang lurus.”
Hal ini tidaklah demikian. Tetapi
yang dimaksudkan adalah bahwa Allah menciptakan Bani Adam (keturunan Adam)
dalam keadaan menerima Islam dan condong kepadanya, bukan pada yang lainnya.
Namun, setiap orang tidaklah bisa
tetap dalam fitrah ini kecuali dengan adanya kekuatan. Yaitu seseorang harus
mempelajari Islam. Karena seseorang sebelum belajar, dia berada dalam keadaan
jahil (bodoh), tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ
مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ
ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
Dari Anas RA berkata; Rasulullah SAW bersabda:
‘Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim (aniaya) dan yang dizalimi”. Mereka
bertanya: “Wahai Rasulullah, jelas kami faham menolong orang yang dizalimi tapi
bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?” Beliau bersabda:
“Pegang tangannya (agar tidak berbuat zalim) “. Sahih Bukhari 2264:
JIKA SYI'AH MEMAKI SAHABAT RASULULLAH DAN SAIDITUNA AISYAH
Jika kamu mendengar salah seorang Syiah mencaci maki (Sayyidina)
Umar (bin Khattab), tanya kepadanya, mana Umar yang kamu maksud? Umar bin Ali
bin Abi Thalib, Umar bin Hasan bin Ali, Umar bin Husein bin Ali, Umar bin Ali
Zainal Abidin bin Husein apa Umar bin Musa kadzim?
Ketika kamu mendengar diantara mereka mencaci maki (Sayyidah)
Aisyah (binti Abu Bakar) "Aisyah di neraka, Aisyah di neraka!!", maka
tanyakan Aisyah mana yang kamu maksud? Aisyah binti Ja'far Shadiq, Aisyah binti
Musa Kadzim, apa Aisyah binti Ali Ridla??
Saat kalian mendengar mereka mencaci maki (Sayyidina) Abu Bakar
(As-Ahiddiq), tanyakan juga Abu Bakar mana yang kamu maksud? Abu Bakar bin Ali
bin Abu Thalib, Abu Bakar bin Hasan bin Ali, Abu Bakar bin Husein bin Ali apa
Abu Bakar bin Musa Kadzim??
Kemudian tanyakan juga kenapa para Ahlu Bait menamakan anak-anak
mereka dengan nama-nama tersebut (Abu Bakar, Umar, Aisyah)? Tidak lain adalah
sebuah wujud penghormatan dan memuliakan pemilik nama juga mengekalkan kebaikan
mereka.
Semoga Allah tidak memberkahi setiap orang yang memaki-maki sahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
-Grand Syekh Al-Azhar Ahmad At-Thayyib.
Golongan Yang Dijauhkan Dari Syurga
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
خَبٌّ وَلَا بَخِيلٌ وَلَا مَنَّانٌ وَلَا سَيِّئُ الْمَلَكَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَطَاعَ اللَّهَ وَأَطَاعَ سَيِّدَهُ
Daripada
Abu Bakar Ash Shiddiq RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Tidak akan masuk
syurga seorang penipu, orang yang bakhil, orang yang suka mengungkit-ungkit
pemberiannya dan _*pemimpin yang berperangai buruk*_. Orang yang pertama kali
akan masuk syurga adalah hamba yang taat
kepada Allah dan kepada tuannya (majikannya)." (HR Ahmad No: 32) Status:
Isnad Maqbul