Article CNP
Muttaqîn dan muhsinîn adalah dua posisi (maqam) manusia di hadapan Allah. Kedua posisi ini didapatkan manusia sebagai anugerah Allah atas kepatuhannya kepada Allah. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang yang manakah dari keduanya yang lebih tinggi dan lebih mulia. Dalam tulisan ini, kita akan mencoba melihat keduanya berdasarkan informasi al-Qur’an. Ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk melihat yang manakah dari kedua posisi ini yang lebih mulia.
👉 Pertama, dari pemahaman terhadap makna akar kata.
Kata muttaqîn berasal dari taqwa yang secara harfiyah berarti takut dan terpelihara. Kata taqwa kemudian diartikan sebagai rasa takut seorang hamba kepada Allah, sehingga membuatnya terpelihara dari perbutan melanggar aturan Allah swt. dan pada akhirnya menjadikan seseorang terhindar dan terpelihara dari murka Allah dan siksa neraka-Nya.
Sementara kata Muhsinîn berasal dari kata ihsan secara harfiyah berarti berbuat kebaikan. Ihsan kepada sesama adalah memberikan lebih banyak dari yang seharusnya diberikan dan mengambil lebih sedikit dari yang semestinya diambil.
Ihsan juga berarti memperlakukan orang lain lebih baik dari memperlakukan diri sendiri. Sedangkan ihsan kepada Allah adalah bahwa ketika seseorang beribadah kepada Allah, dia larut dengan cintanya sehingga dia tidak melihat dirinya dan yang dilihatnya hanyalah Allah semata.
Dengan demikian, ihsan kepada Allah adalah rasa cinta seorang hamba kepada-Nya, sehingga dia melakukan sesuatu perintah dan menjauhi suatu larangan bukan karena mengharap imbalan.
Ibadah atas dasar cinta tentu lebih mulia dari rasa takut. Oleh karena itu muhsinîn tentu lebih tinggi dan lebih mulia dari muttaqîn.
👉 Kedua dari penggunaan kedua kata tersebut di dalam al-Qur’an.
Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa seseorang menjadi muttaqîn setelah sebelumnya berada dalam posisi mukminin (orang beriman). Seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah [2]: 183
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Sementara, Muhsinîn dicapai seseorang setelah sebelumnya mereka berada dalam posisi muttaqîn. Seperti yang terdapat di dalam surat Ali ‘Imran [3]: 133-134
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ(133)الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(134)
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,133(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
👉 Ketiga, dari segi penempatan mereka di hadapan Allah.
Di mana muttaqîn di tempatkan Allah sebagai kelompok manusia yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya di hadapan-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam surat al-Hujurat [49]:13
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sementara Muhsinîn dijadikan Allah sebagai kekasih dan orang yang paling di sayang-Nya. Seperti yang disebutkan dalam surat surat Ali ‘Imran (3): 134.
…وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “… Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Kita tentu memahami, bahwa kedudukan kekasih dan orang yang di sayangi lebih mulia daripada orang yang diberikan kedudukan yang tinggi.
Contoh yang sederhana dapat dikemukan, seorang menteri adalah pegawai presiden yang paling tinggi kedudukannya di mata presiden. Akan tetapi, dia belum tentu menjadi kekasih atau orang yang paling disayangi presiden. Lalu apa perbedaan antara orang yang paling tinggi kedudukannya dengan seorang kekasih?
Seorang menteri misalnya, walaupun memiliki kedudukan yang paling tinggi di antara sekian banyak pegawai, namun dia hanya bisa bertemu dengan presiden pada saat dan waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi, kekasih atau orang yang paling disayang presiden, tentu bisa bertemu dengannya kapan saja dan di mana saja, bahkan bisa di dalam kamar presiden.
Sekalipun kata kekasih juga diberikan kepada muttaqîn, namun dalam jumlah yang tidak lebih banyak dari Muhsinîn.
Di dalam al-Qur’an, kata yuhibbu (menyayangi dan mencintai) yang mana Allah sebagai “Subjeknya” terdapat sebanyak 40 kali.
23 kali di awali dengan lâ (tidak), dan 17 kali tanpa lâ. (baca: M.Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, h. 127).
Rincian dari yang 17 itu adalah:
1. 5 untuk Muhsinîn (al-Baqarah [2]: 195, Ali ‘Imaran [3]: 134, Ali ‘Imaran [3]: 148, Al-Ma’idah [5]:13, dan al-Ma’idah [5]: 93).
2. 3 untuk muttaqîn ( Ali ‘Imaran [3]: 76, at-Taubah [9]: 4 dan 7
3. 3 untuk muqsithîn (al-Ma’idah [5]: 42, al-Hujurat [49]: 9, dan al-Mumtahanah [60]: 8
4. 2 untuk muthathahirîn (al-Baqarah [ 2]: 222, dan at-Taubah [9]: 108
5. 1 untuk mutawakkilîn [3]:159
6. 1 tauwabin (al-Baqarah [2]: 222
7. 1 untuk shabirîn (Ali ‘Imran [3]:146
8. 1 muttahidîn (at-Taghabun [64]:
4 Dari jumlah penggunaan kata yuhibbu tersebut, juga dapat dipahami bahwa Muhsinîn lebih mulia dan lebih tinggi dari muttaqîn.
👉 Keempat, dari bentuk ibadah yang menghasilkan kedua posisi tersebut. Jika muttaqîn diperoleh setelah seseorang melaksanakan ibadah puasa yang merupakan hasil dari melatih, menahan serta memelihara diri dari kehendak nafsu (puasa secara harfiyah imask atau menahan).
Sementara, Muhsinîn adalah hasil dari kemampuan seseorang mengalahkan egoisme dirinya. Mengalahkan egoisme berarti jika berbenturan keinginannya dengan kehendak Allah, maka dia mendahulukan kehendak Allah. Begitulah yang dipahami dari kisah penyembelihan Isma’il oleh Ibrahin seperti diceritakan dalam surat ash-Shafat [37]: 102-105
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ(102)فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ(103)وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ(104)قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ(105)
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (102), Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya) (103), Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim (104), sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105).”
Puasa adalah kewajiban yang diasosiasikan dengan perintah, tekanan, paksaan dan ancaman. Sementara qurban adalah sunat yang lebih menuntut kesadaran dan dasarnya adalah cinta dan pengorbanan.
Sehingga, hasil dari kedua ibadah ini juga berbeda posisinya. Dan tentu, posisi yang didapatkan dengan kesadaran, lebih mulia dari yang didapatkan melalui perintah dan paksaan.
👉 Kelima, di dalam al-Qur’an ditemukan ciri-ciri kedua kelompok ini. Ciri-ciri orang yang bertaqwa disebutkan Allah dalm surat al-Baqarah [2]: 2-5.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ(2)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3)وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ(4)أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(5)
Artinya: “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2). (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (4). dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (4). Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (5).”
Sementara cirri orang ihsan (muhsinin), disebutkan dalam surat Luqman [31]: 2-5.
تِلْكَ ءَايَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ(2)هُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُحْسِنِينَ(3)الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ(4)أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(5)
Artinya: “Inilah ayat-ayat Al Qur'an yang mengandung hikmat (2). menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (3). (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat (4) Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (5).”
Dalam kedua ayat di atas, terdapat perbedaan jumlah ciri-ciri kedua kelompok manusia tersebut. Muttaqin disebutkan Allah dengan lima ciri; beriman dengan yang gaib, mendirikan shalat, berinfak, beriman dengan al-Kitab, dan yakin dengan hari akhirat.
Sementara Muhisinin disebutkan dengan tiga ciri; mendirikan shalat, membayarkan zakat dan yakin dengan hari akhirat.
Di dalam kehidupan manusia, biasanya manusia yang sedikit disebutkan ciri dan identitasnya menunjukan bahwa dia manusia yang sudah dikenal oleh orang banyak. Sementara yang membutuhkan ciri dan identitas yang banyak menunjukan bahwa seseorang belumlah dikenal banyak orang. Dan tentu saja manusia yang dikenal orang banyak memiliki kedudukan lebih tinggi dari yang kurang dikenal manusia lain. Begitulah bukti bahwa posisi muhsinin lebih tinggi darai muttaqin.
DIPOSTING OLEH DR. SYOFYAN HADI, SS, M.AG,MA.HUM DI 20.25
LABEL: CERAMAH DAN KHUTBAH
Halaman
▼
Khamis, Mei 31, 2018
Ahad, Mei 27, 2018
PENJELASAN TENTANG PEMBOHONGAN TERHADAP NABI DAUD YG DIKATAKAN MENGAMBIL ISTERI PEGAWAINYA
Dalam kitab dongeng orang Yahudi banyak
kisah yang tersasar dari kebenaran, mereka sengaja mereka-reka cerita agar
pembohongan terus berleluasa. Antara kisah yang mereka reka ialah kisah Nabi
Daud alaihissalam.
Kisah Nabi Daud as dengan dua orang
lelaki yang mengadu tentang kambing masing-masing. Terdapat kesilapan tanggapan
terhadap Nabi Daud as mengenai kes baginda menyelesaikan kes ini. Kononnya dua
orang lelaki ini adalah malaikat yang datang dengan menyamar sebagai lelaki
bertujuan menegur Nabi Daud AS.
Kerana Nabi Daud AS telah terpikat dengan
isteri seorang dari pegawai tenteranya. Untuk merampas isteri pegawai tersebut
Nabi Daud telah sengaja menghantarnya ke merata tempat menyertai peperangan
agar terkorban lalu senanglah dia merampas isterinya. Ditakdirkan dalam salah
satu peperangan pegawai tersebut di dapati hilang dan tiada khabar berita.
Dengan alasan itu Nabi Daudpun mengahwini isteri pegawainya kerana disangka
telah mati.
Tidak berapa lama pegawai tersebut
tiba-tiba pulang, tetapi dia sangat sedih dengan apa yang berlaku terhadap
isterinya. Dia tiada cara untuk menyelesaikannya melainkan dengan hanya
membiarkannya saja.
Untuk menyedarkan Nabi Daud tentang
kesilapannya maka dua malaikat yang menyamar sebagai lelaki telah diutuskan
kepadanya ketika baginda sedang beribadah. Firman Allah Ta’ala :
۞ وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ
الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ
Dan adakah sampai kepadamu berita
orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? – Sod 21
Kedatangan mereka menyebabkan Nabi Daud
terkejut, kerana masa itu adalah masa yang dikhususkannya untuk beribadat,
bukanya masa untuk rakyat buat pengaduan. Kedatangan dua orang lelaki ini
bertujuan menyedarkan Nabi Daud as. Mereka berlakun dengan cara mengadu tentang
perbalahan di antara mereka. Firman Allah Ta’ala
إِذْ دَخَلُوا عَلَىٰ دَاوُودَ فَفَزِعَ
مِنْهُمْ ۖ قَالُوا لَا تَخَفْ ۖ خَصْمَانِ بَغَىٰ بَعْضُنَا عَلَىٰ بَعْضٍ
فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَىٰ سَوَاءِ
الصِّرَاطِ
22. Ketika mereka masuk (menemui) Daud
lalu ia terkejut karena kedatangan) mereka. Mereka berkata: "Janganlah
kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang
dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami
dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke
jalan yang lurus – Sod 22
Perbalahan yang berkaitan dengan
pemilikan kambing di antara mereka berdua, firman Allah Ta’ala :
إِنَّ هَٰذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ
نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي
الْخِطَابِ
Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai
sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka
dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku
dalam perdebatan" – Sod 23
Pengaduan ini berkisar tentang sahabatnya
ingin merampas kambing yang dimilikinya sedangkan sahabatnya itu telahpun
memilikin Sembilan puloh Sembilan ekor. Lalu Nabi Daud as telah mengadili
antara mereka berdua. Firman Allah Ta’ala :
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ
إِلَىٰ نِعَاجِهِ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ
عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا
هُمْ ۗ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ
رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩
Daud berkata: "Sesungguhnya dia
telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. – Sod 24
فَغَفَرْنَا لَهُ ذَٰلِكَ ۖ وَإِنَّ لَهُ
عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَآبٍ
Maka Kami ampuni baginya kesalahannya
itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat
kembali yang baik – Sod 25
Ayat 25 Surah Sod adalah suatu pernyataan
Allah mengenai keampunanNya terhadap Nabi Daud as. Persoalannya apakah
kesalahan Nabi Daud as? Dalam keadaan inilah Israeliyat telah mengatakan bahawa
sebab Nabi Daud bertaubat kerana dia merampas isteri pegawainya.
Sebenarnya Nabi Daud bertaubat dan
diampun Allah adalah kerana baginda bersangka bahawa dua orang yang datang
bertujuan memudharatkannya. Sangkaan inilah yang menyebabkan baginda rasa
bersalahan lalu bertaubat kepada Allah, bukannya berkaitan dengan isteri
pegawai tenteranya.
Kisah Nabi Daud as menyelesaikan kes dua
lelaki itu sebenarnya tiada langsung kaitan dengan kisah mengambil isteri
pegawai tenteranya. Malah kisah Nabi Daud as merampas isteri pegawainya adalah
rekaan israliyaat semata-mata.
PENDAPAT PARA ILMUAN
Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fishol berkata,
“Ini adalah sebuah dongeng yang dihasilkan oleh orang-orang Yahudi.”
Imam Ibnu ul Arabi Al-Maliki berkata,
“Adapun ucapan mereka bahwa tatkala wanita ini membuat tertarik Nabi Daud maka
beliau memerintahkan suaminya berperang sehingga terbunuh di jalan Allah, maka
ini dipastikan kebathilannya, karena Nabi Daud tidak mungkin menumpahkan
darahnya hanya untuk kesenangan dirinya saja.” Sebagaimana dinukil oleh
Al-Qurthubi dalam tafsir beliau 15:176.
Al-Hafidz Ibnu Katsir, “Para ulama tafsir
menyebutkan sebuah kisah yang kebanyakan terambil dari israiliyyat dan tidak
shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib untuk diikuti,
namun hanya diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, sanadnya tidak shahih karena dari
jalan Yazid Ar-Ruqasyi dari Anas. Dan Yazid ini meskipun seorang yang shaleh
namun hadisnya lemah menurut para ulama.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4:31)
Jumaat, Mei 25, 2018
CITA-CITA YANG TIDAK KESAMPAIAN
Ayat-ayat berikut adalah beberapa potong ayat yang menjelaskan tentang keluhan beberapa jenis manusia setelah mereka dibangkitkan di Padang Mahsyar. Keluhan supaya mereka dapat hidup semula untuk mereka taat dan patuh kepada segala perintah Allah. Semua keluhan adalah sia-sia dan tidak dapat diubah apa-apa.
PERTAMA
Al-Furqan
Ayat 27 – 28
Bercita-cita
Untuk Mengikuti Rasul Setelah Berada di Mahsyar
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي
اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا
Dan (ingatlah) hari (ketika
itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai
kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul".
يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا
Kecekalakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak
menjadikan sifulan itu teman akrab(ku)
Sebab Nuzul Ayat
Ayat ini turun mengisahkan
tentang seorang kuffar Quraisy bernama Uqbah bin Abi Mu’ith, dengan teman
karibnya iaitu Umayyah bin Khalaf Al-Jumhi.
Ibnu Katsir juga mengatakan
yang serupa dengan tafsiran Imam Qurthubi bahwa kelak dihari Kiamat orang zalim
ini akan menyesal disaat penyesalanya tersebut tidak bermanfaat baginya dan
kedua tanganya akan meraih kerugian dan penyesalan.
Ayat ini iaitu ayat 27 hingga
28 surah al Furqan, baik sebab turunnya kepada Uqbah bin Abu Mu’ith atau kepada
selainya dari orang-orang yang celaka, maka ia tetap berlaku umum untuk setiap
orang yang zalim, sebagaimana firman Allah SWT:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا
أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا
66. Pada hari ketika muka
mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya,
andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul" Al-Ahzab
Ayat 66
: يَلَيْتَنِيْ اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا﴿ 27﴾
يَوَيْلَتَى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا.
“Aduhai kiranya dulu aku
mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku, kiranya
dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Yaitu orang yang telah
memalingkannya dari hidayah dan menyimpangkannya ke arah kesesatan
Dikisahkan Uqbah bin Abi
Mu’it sering berada dengan Rasulillah SAW, dia tidak menyakiti baginda. Berbeza
dengan kuffar quraisy yang lain sering sangat menyakiti baginda. Hal ini
menyebabkan Uqbah dianggap telah masuk Islam. Hal telah diviralkan di kalangan
kuffar quraisy.
Apabila kawan karib Uqbah
iaitu Umaiyyah bin Khalaf mendengar akan hal hal ini sekembalinya dari Syam,
maka Umaiyyahpun ingin mengetahui kebenaran kisah ini dengan bertanya sendiri
akan Uqbah. Apabila jelas bahawa Uqbah masih musyrik, Cuma masalahnya ialah dia
telah dikatakan masuk Islam. Maka Umaiyyah menyuruh Uqbah menemui Rasulullah
dan meludah muka baginda. Ternyata Uqbah menerima pandangan Umaiyyah dan beliau
telah meludahi muka Rasulullah SAW dan baginda tidak bertindak membalas apa-apa
selain menyapu wajah baginda dari ludah, namun begitu Rasulullah membalasnya
dengan sabdanya “Jika aku mendapatimu keluar dari gunung-gunung Makkah, aku
akan memenggal lehermu dalam keadaan terbelenggu”.
Pada saat perang Badar dan
para sahabatnya keluar untuk berperang, ia menolakk untuk keluar. Para
sahabatmnya bertanya: “Keluarlah bersama kami”. Ia berkata: “Orang itu (Nabi)
telah berjanji kepadaku sekiranya mendapatkanku keluar dari gunung-gunung
Makkah ia akan memenggal leherku dalam keadaan diborgol.” Mereka lalu
mengatakan: “Engkau mempuyai unta merah yang tidak bisa dikejar. Seandainya
kita terdesak dan kalah, engkau bisa lari dengannya.”
Akhirnya Abu Mu’ith pun
keluar bersama sahabatnya. Pada saat itu kaum musyrikin kalah dan kaum Muslimin
membawa 70 orang tawanan dan salah satu diantaranya adalah Uqbah bin Abu
Mu’ith. Lalu ia mendatangi Rasulallah seraya berkata: “Engkau akan membunuhku
di antara mereka semua?. Baginda menjawab: “Ya, disebabkan engkau telah meludahi
wajahku”. Dan Allah menurutkan ayat ini: “Dan (ingatlah) hari (ketika itu)
orang yang zalim menggigit dua tangannya, sampai ayat “Dan adalah syaithan itu
tidak mau menolong manusia”.[3]
KEDUA
An-Naba’
Ayat 40
Bercita-cita
Untuk Menjadi Tanah
إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا
قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
40. Sesungguhnya Kami telah
memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia
melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:
"Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah"
As Syahid Syed Qutb
menjelaskan ayat ini secara padat untuk diambil pengajaran oleh setiap Muslim.
Tulis beliau ketika mengulas ayat ini:
“Tidaklah orang berkata
begini (alangkah baiknya aku menjadi tanah) melainkan dia berada dalam
kesempitan dan kesedihan yang tersangat.
Ini adalah kalimat yang
memberikan bayang-bayang ketakutan dan penyesalan. Sehingga dia berangan-angan
untuk tidak menjadi manusia, dan(mahu) menjadi unsur yang diabaikan dan
disia-siakan(tak diperhitungkan). Dia melihat bahawa dengan demikian
itu(menjadi tanah) adalah lebih ringan dari menghadapi keadaan yang menakutkan
dan mengerikan. Ini satu sikap yang berlawanan dengan keadaan ketika mereka
mempertanyakan dan meragukan berita besar tersebut (perihal wujudnya hari
akhirat dan pembalasan).”
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا
تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira,
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Al-Mu’minun Ayat 115
Ayat 40 Surah An-Naba’
hakikatnya adalah ayat yang sangat mendalam. Seakan-akan Allah SWT hendak
berkata kepada kita yang masih hidup: “Engkau masih lagi hidup, jangan sampai
menyesal seperti apa yang telah Aku khabarkan.”
Kiamat belum berlaku, hari
pembalasan belum berlangsung. Namun kasihnya Allah SWT, Dia mengkhabarkan
kepada kita apa akan berlaku pada hari tersebut, sekiranya kita mendurhakaiNya.
KISAH
AL-WALID BIN MUGHIRAH MENDAKI GUNUNG DALAM NERAKA
Di Jahannam terdapat sebuah
gunung api Shu’uda yang Allah memerintahkan orang kafir iaitu Al-Walid bin
Mughirah untuk mendakinya sebagaimana dalam Surah Al Muddatshir Ayat 17 :
سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا
Aku akan membebaninya mendaki
pendakian yang memayahkan – Al Muddatshir
Menurut riwayat Imam Ahmad,
setiap kali dia meletakkan tangannya di atas gunung tersebut, maka tangannya
langsung meleleh. Dan ketika diangkat kembali seperti semula. Dia akan
menghabiskan waktu selama 70 tahun untuk mendakinya, dan menuruninya selama 70
tahun juga.
KETIGA
Al-Fajr
Ayat 24
Cita-cita
Untuk Beramal Soleh Ketika Di Dunia
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
24. Dia mengatakan:
"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk
hidupku ini".
Dia akan berkata begitu
kerana dia akan menyesal sesangatnya. Kerana dia sudah tahu yang dia akan
mengalami masalah yang berat nanti. Dia tahu yang dia sudah celaka nasibnya.
Tidak ada harapan untuk balik ke dunia untuk memperbaiki amalannya.
قَدَّمتُ لِحَياتي
Alangkah baiknya kiranya aku
dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”
Dia juga alangkah baiknya
kalau قَدَّمتُ (aku menyimpan
dengan menghantar amal) untuk hidupku yang sebenarnya di akhirat. Ini adalah
kerana hidup yang kekal adalah di akhirat nanti, bukannya di dunia ini. Mereka
amat menyesal kerana dulu mereka sibuk kumpul untuk dunia tapi sekarang mereka
dah tahu yang kehidupan dunia tidak ada apa pun, tidak ada nilai langsung.
Begitulah sepatutnya kita
menabung untuk kehidupan yang sebenarnya, iaitu di akhirat kelak. Malangnya
manusia sibuk mengumpul untuk dunia mereka sahaja. sebagaimana firman Allah: Al-Munafiqun Ayat 10
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ
الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ
فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
10. Dan belanjakanlah
sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?
Kenapa dia tidak
mengatakan,“Maka aku dapat melaksanakan haji atau umrah” atau “Maka aku dapat melakukan
sholat atau puasa” dan lain-lain lagi dari ibadat.
Berkata para ulama, tidaklah seorang mayit
menyebutkan “sedekah” kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas
baiknya setelah dia meninggal…Maka, perbanyaklah
bersedekah, karena seorang mukmin akan berada dibawah naungan sedekahnnya…
Rasulullah Shallallahu alaihi
wa Sallam bersabda,
“Setiap orang akan berada di
bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskan perkara-perkara di antara manusia.”
(HR. Ahmad)
فسال عنه ذات قال كيف فلان .. فقالوا له الصحابه لقد مات .. فقال ألم يقل شيئا
قبل ان يمو
فقالوا له : بلا .. قال (ليتها كانت كثيره .. ليتها كانت جديده .. ليتها كانت
كامله ) .. ولكننا لم نفهم ماذا اراد بها
Terdapat satu Athar seorang
lelaki sedang sakit. Rasulullah sentiasa menanyakan khabarnya. Satu hari
diberitahu kepada baginda bahawa lelaki ini telah wafat, lalu Rasulullah bertanya
apakah ada sesuatu yang disebutnya sebelum ia wafat, kata sahabat ada. Kata
lelaki itu alangkah baik jika banyak, alangkah baik jika baharu dan alangkah
baik jika penuh.
Para Sahabat menjawab, bahkan
dia berkata : Alangkah baik jika banyak... alangkah baik jika ia baharu ....
alangkah baiknya jika ia penuh, tetapi kami tidak memahami apakah maksudnya.
Lantas Rasulullah menjelaskan
فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( ذاك رجلا خرج في صلاه الفجر ذات مره ..
فوجد رجلا اعمى في الطريق .. فأخذ بيده حتى أوصله الى المسجد .. فلما رأى أجر هذه
الخطوات قال يا ليتها كانت كثيره .
Simati pernah menolong
seorang buta ke masjid, ketika hampir nazaknya dibentangkan kepadanya
pahalanya. Lalu kerana sangat besar pahalanya dia bercita-cita untuk menolong
orang buta itu berkali-kali lagi tetapi tidak kesampaian.
وخرج مره اخرى الى المسجد فوجد رجلا مريضا لا حله عليه .. وكان يرتدي حلتين ..
واحده جديده والاخرى قديمه .. فاخذ القديمه واكساها الرجل . فلما رأى أجرها قال يا
ليتها كانت الجديده
Pernah juga satu ketika
ketika dalam perjalanan ke masjid dijumpai seorang lelaki yang sakit serta
tidak berpakaian. Ketika itu si mati memakai dua pakaian, satu yang baharu dan
satu yang lama. Disedekahkan yang lama dengan memakaikannya kepada lelaki yang
sakit tadi. Apabila Allah memperlihatkan pahala jika bersedekah yang baharu
ketika nazaknya maka dia mengeluh “alangkah baiknya kalau ia baharu!”
وذات مره سأل زوجته ما عندنا من طعام ؟ فقالت له ما عندنا غير رغيف من شعير ..
فأخذه واذا بالباب يطرق .. فذاك سائل يسال الطعام .. فقسم له نصف الرغيف واعطاه
اياه .. فلما رأى اجره قال يا ليتها كانت كامله )
Ada berlaku satu perkara si
mati bertanyakan isterinya tentang simpanan makanan yang mereka ada. Isterinya
menjawab mereka hanya ada sedikit dari bijian syair, lalu diambilnya sambil
ketika itu ada orang mengetuk pintu rumahnya. Kelihatan yang datang seorang
yang mohon bantuan makanan, lalu dia berikan separuh dari syair yang ada di
tangannya. Ketika dia nazak, Allah perlihatkan ganjaran yang akan diperolehi
jika diberikannya semua, lalu dia berkata “Alangkah baiknya jikan semua!”
KEEMPAT
AL HAQQAH Ayat 25
Bercita-cita
Supaya Tidak diberikan Kitab Amalan
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ
أُوتَ كِتَابِيَهْ
25. Adapun orang yang
diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata:
"Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).
Segala amalan manusia akan
didedahkan di padang mahsyar. Kesemua amalannya tercatat dalam buku amalannya,
manusia hairan dan rasa pelik dengan catatan yang sangat terperinci, tidak
tertinggal walaupun sebesar biji sawi dari amalannya ketika di dunia. Firman
Allah Ta’ala dalam
Surah Al-Kahf Ayat 49
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ
مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ
لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا
عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang
bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka
berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan
yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan
mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak
menganiaya seorang juapun".
Ketika di padang mahsyar
nanti setiap manusia akan diberikan buku amalannya samada dari arah kanan atau
dari arah kiri. Berbahagialah manusia yang diberikan buku amalannya dari
sebelah kanan kerana ia menandakan dia adalah ahli syurga. Tapi ada manusia
yang memiliki dosa yang banyak sehingga berlipat-lipat buku amalannya yang
tercatat segala dosanya di dalamnya. Namun jika dia diberikan rahmat oleh Allah
maka tiada rasa bimbang padanya tentang neraka.
وروى أحمد وغيره عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
"إن الله سيخلص رجلاً من أمتي على رؤوس الخلائق يوم القيامة، فينشر عليه
تسعةً وتسعين سجلاً، كل سجل مدّ البصر، ثم يقول له أتنكر من هذا شيئاً؟ أظلمتك
كتبتي الحافظون؟ قال: لا يارب، فيقول ألك عذر أو حسنة؟ فيبهت الرجل، فيقول: لا،
يارب، فيقول: بلى، إن لك عندنا حسنة واحدة، لا ظلم اليوم عليك، فتخرج له بطاقة
فيها: أشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله. فيقول أحضروه، فيقول: يارب
وما هذه البطاقة مع هذه السجلات؟ فقال: إنك لا تظلم، قال: فتوضع السجلات في كفه،
والبطاقة في كفة، قال: فطاشت السجلات، ولا يثقل شيء بسم الله الرحمن الرحيم".
Diriwayatkan dari ‘Abdullah
bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari
umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu
dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya
sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau
ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah
menganiayamu?,’
Dia menjawab: ‘Tidak wahai
Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki uzor (alasan)?,’ Dia menjawab:
‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki
satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya
sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya
terdapat kalimat:
.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
.
Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman:
‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini
dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu
tidak akan dianiaya.’
Kemudian diletakkanlah
gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun
timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu
(laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih
berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.”